Edelweis diatas merujuk UKM PA
Edelweis, organisasi kepencinta alaman Sastra Unhas tempat saya menghabiskan
banyak waktu ketika masih kuliah dulu. Tidak ada yang istimewa dari
organisasi ini namun uniknya selama di sana
saya selalu merasakan dan menangkap
keresahan teman-teman untuk mencari dan menetapkan jenis “kelamin” dari
organisasi ini. Jelaslah Memang, Edelweis awal dibangun dari kesamaan hobi anggotanya
yang gandrung akan kegiatan di luar ruang (Outdoor) tapi makin kesini ketika dunia juga makin
berkembang hal itu mungkin sudah dirasa kurang. Seperti manusia yang jumlahnya milliaran, yang
membedakan adalah sifat dan karakternya. Atas dasar pemikiran itu Edelweis sebagai bagian dari banyaknya organisasi serupa di Indonesia
mencoba membuat,menggali,dan menemukan karakternya sendiri dan mencoba tidak
berpikir “yang penting beda” (Mudah mudahan).
Setiap kelompok ataupun komunitas tertentu kebanyakan
terbagi dalam dua pandangan, yang pertama kelompok Fundamental Konservatif dan yang kedua kelompok yang berpandangan progresif (Pembaharu). Tidak ada
yang lebih buruk atau lebih baik dari keduanya, namun pertama kali saya ada di organisasi ini kaum progresifnya mendominasi. Pemikiran bahwa untuk apa terpisah jika toh apa
yang dilakukan sama, melahirkan ide bahwa UKM PA (Unit Kegiatan Mahasiswa
Pecinta Alam) harus punya identitas sendiri sesuai dengan dasar keilmuan
masing-masing mengingat Organisasi sejenis ada ditingkatan Universitas dan
bertebaran ditingkatan fakultas dan jurusan.
Keberadaan Edelweis di fakultas
Sastra (pernah sesaat menjadi fakultas Ilmu Budaya) menjadi berkah dan keuntungan tersendiri karena bagaimanapun kegiatan diluar ruang tidak akan jauh-jauh dari soalan
sosial maupun budaya, ditambah lagi saya kutip dari Arman Dhani aktivis di sosial media
mengatakan bahwa kekuatan utama mahasiswa Makassar adalah tradisi intelektualitas dan kesusastraannya yang luar biasa. Klop,
dengan Kedua keuntungan itu Edelweis secara gamblang mempromot dirinya menjadi
organisasi kepetualangan dan penelitian dengan entah itu jargon, slogan, atau
tagline yang sedikit pongah “Bertualang & Meneliti”. Terus terang yang
membuat saya bertahan di organisasi ini gegara slogan itu, tidak bermaksud
mengatakan jika Edelweis hanya fokus pada kepetualangan menjadi tidak menarik
namun ada efek besar yang diberikan.
Entah ada hubungannya atau tidak
jargon itu membuat adanya ritme lain di organisasi ini. Adanya diskusi dan
komunikasi yang intens berujung pada dialektika pemikiran menjadi ruang tumbuh
kembang anggotanya. Kampus yang mulai bergeser kearah pragmatis
seakan menjadi antitesa jika saya berada di Edelweis. Kenikmatan itu terus
berlanjut, budaya Buku,Pesta, dan Cinta begitu terasa murni. Pagi harinya bisa
sangat serius dengan tangan menggenggam Marx,
Gie, ataupun legenda Indian Cherokee. Sore harinya tangan-tangan kekar berpesta
menjamah replika batu dan tebing, namun dikeheningan malam bisa begitu romantis. Sambil bercanda ria bercerita pengalaman
hari ini di depan meja bundar bekas gulungan kabel sembari mendengar Duta Sheila on 7 berkata Jadikanlah aku
pacarmu mengalun merdu dari radio tepat diatas tangga, so romantic. “Bertualang & Meneliti” semakin
mempertegas tujuan organisasi ini dibuat, tidak hanya fokus pada
organisasinya namun pada peningkatan kapasitas setiap anggotanya. Karena bisa
dibayangkan jika tujuan organisasi ini dibuat hanya sebatas seberapa banyak gunung yang akan kita
daki, seberapa tinggi tebing yang akan kita raih dan seberapa dalam gua yang
akan kita susuri, organisasi ini sudah selesai dari kemarin. Karena kesadaran
tujuan dan slogan itulah mungkin, Edelweis masih bertahan sampai sekarang dimana otot seiring berjalan
dengan kompleksitas otak. “Bertualang
& Meneliti” membuat Edelweis dan anggotanya saling memberi warna tidak
harus selalu merah kuning ataupun biru serta warna warna cerah lainnya yang
menyilaukan mata namun kadang hitam selalu datang untuk memperingatkan.
Mungkin agak berlebihan
memberikan gambaran namun saya yakin hal itu yang mestinya terus berlaku dan terus ada. Berawal dari kebiasaan, melangkah menjadi habit yang akhirnya
melahirkan karakter. Saya tidak perlu menjelaskan dan menjabarkan apa itu “Bertualang
& Meneliti” karena sudah sangat terang arahnya, Bertualang erat pada
Organisasinya sedang meneliti melekat pada individu anggotanya sebagai
Mahasiswa.
Diakhir, organisasi ini sudah begitu nyaman menemukan kelaminnya, tidak lagi menjadi abu-abu, tidak lagi
menggalau dan gundah. Kalaulah karena persoalan perubahan zaman membuat slogan
itu sudah samar dan tidak ada lagi mudah mudahan bukan karena kita lupa dan
abai namun karena kita menemukan jalan yang lain menuju “puncak”. kalaulah generasi saya maupun generasi sekarang tidak mampu menyempurnakan biarlah karena kita sudah sempurna dalam ketidak sempurnaan.(asekkk..hehehu)
Salam Leontopodium Alpinum.
oke kok mas :D
BalasHapus...Masih punya anggota...
BalasHapusJadi,masih punya mimpi dan cita citata,eh cita-cita,Mas.:D