Temukan Saya

Twitter : @daenggun Facebook: Darmawansyah Gunawan E-Mail : darmawangun@gmail.com

Sabtu, 02 September 2017

Tagged Under:

Melankolia Timnas

By: Unknown On: Sabtu, September 02, 2017
  • Share The Gag
  • Bagi saya tidak ada olahraga sesyahdu sepakbola di Planet ini, olahraga yang memuat daya magis luar biasa ini beberapa kali membuat saya patah hati. Seperti header dari blog saya ini, sepertinya sepak bola sudah menjadi agama bagi saya tapi mungkin belum kaffah karena belakangan ini saya lebih suka menonton bola lokal dibanding bola impor. Sebenarnya sudah berlangsung lama kesukaan saya terhadap bola lokal,entah kenapa pertandingan-pertandingan dari luar tidak lagi menjadi pilihan buat saya,kurang greget saking sempurnanya. Yup kadang hidup butuh drama dan saya mendapatkannya dari sepakbola kita sendiri.

    Negri (penonton) sepakbola ini entah dapat sihir dari mana sampai kita bisa begitu gandrung dengan permainan ini. Dunia bagai berhenti bergerak ketika Timnas kita bermain,seakan tiada yg lebih penting timbang menonton Timnas. Bangsa ini tau bahwa kesebelasan nya adalah tim gurem bin semenjana di pusaran galaksi sepakbola  namun kita tidak pernah habis optimis bahwa suatu saat kita akan berjaya. Mencintai sepakbola Indonesia adalah menjadi sebaik-baiknya seorang masokis. Tau bahwa itu sakit tapi dengan sukarela kita bertahan. Sudah tak terhitung berapa kali harapan terhempas,optimisme yang membumbung dengan sangat mudah tersungkur jatuh,hati remuk redam melihat sosok-sosok yang kita cintai dan banggakan menangis histeris karena tak kuasa menolak kegagalan.

    Mendukung Timnas sama dengan terlatih tuk patah hati. Saking terlatih nya kegagalan kita barusan yang hanya mendapat perunggu di SEA Games,rasa perih nya terasa hambar,cinta membuat kita mati rasa. Esok kita bangun lagi membuka lembaran yang lain dengan cinta yang baru, siap-siap untuk patah hati lagi untuk kesekian kali.

    Timnas adalah semurni murninya cinta,yang tak mengharap kembali, sebuah tanpa pamrih yang suci. Bisa saja sebagian kita merasakan cinta dan patah hati untuk pertama kali justru bukan karena tautan hati antar anak manusia tapi karena menjadi pendukung Tim Nasional Indonesia. Punya banyak contoh kawan yang sampai terisak ketika kita gagal berkali-kali. Punya kawan dengan perawakan kuat dan (sok) tegar akhirnya tak kuasa berubah menjadi kemayu ketika kita kandas di Rajamangala, AFF 2016 lalu. Yang lain mungkin menertawakan, terlihat aneh dan berlebih namun bagi saya itu adalah pengejawantahan cinta dengan rasa ikhlas. Bukan tangisan cengeng namun sebuah unjuk rasa cinta yang setulus-tulusnya.

    Berdiri di sekat-sekat tribun sembari bersenandung Indonesia raya adalah pengalaman magis buat saya. Entah daya pikat apa yang ditaruh WR Supratman di dalam musik dan liriknya bisa begitu padu dengan permainan yang paling indah di muka bumi ini. Nasionalisme menjadi dalam tanpa perlu dihiasi jargon-jargon Nasionalisme kosong yang politis itu.

    Menang kami sambut,kalahpun kami jemput karena kami adalah Suporter terbaik di dunia.

    0 komentar:

    Posting Komentar