Temukan Saya

Twitter : @daenggun Facebook: Darmawansyah Gunawan E-Mail : darmawangun@gmail.com

Selasa, 24 Februari 2015

Tagged Under:

Oscar yang Tak Memerlukan Eli Sugigi

By: Unknown On: Selasa, Februari 24, 2015
  • Share The Gag

  • Kemarin saya sempat menonton siaran ulang pagelaran Oscar di HBO, sengaja saya menunggu re-run nya karena sudah ada subtitle bahasa nya ,hehehe. Gelaran tahunan untuk orang-orang film dunia itu telah memasuki angka 87. Dikomandoi oleh Neill Patric Harris acara ini seperti biasa berlangsung dengan elegan tanpa basa-basi. Oh iya saya juga sempat menonton penghargaan Oscar tahun lalu kalau terperhatikan ada garis yang sama menyangkut MC. Tahun lalu dibawakan oleh Ellen Degeneres seorang stand up komedian yang kebetulan lesbian. tahun ini juga seperti itu Neill Patric Harris seorang stand up komedian yang juga gay (homo). kebetulan? entahlah, mungkin pihak Akademi (panitia) ingin menyampaikan pesan tertentu lewat cara mereka menunjuk Host nya.

    lewat tulisan yang rencananya pendek ini saya tak akan membicarakan Birdman yang menjadi film terbaik atau Julian Moore yang memenangi aktris terbaik, bukan..bukan. Selama menonton ada kerenyahan dan dinamisasi rasa yang terasa. Timing tawateriakan dan maksud tepuk tangan keluar sangat pas. Penonton yang sebagian besar artis Hollywood itu tau bagaimana mengapresiasi seseorang. Kemarin cukup banyak momen-momen canggung yang terjadi. saya berpikir kalau itu di Indonesia pasti orang cuma bingung dan melongo. Seperti yang dialami Pawel Pawlikoski sutradara Polandia yang memenangkan film berbahasa asing terbaik  lewat fimnya berjudul IDA. Sempat terbata dengan raut muka tegang bercampur bahagia tak tau mau berkata apa.Beruntung teriakan dan tepuk tangan penonton seakan menyelamatkannya. setelah itu dia dengan lancar berbicara dengan rasa terima kasih yang mengulang pada speech kemenangannya. 

    Tak ada rasa bosan yang menghinggapi selama pagelaran yang berlangsung kurang lebih dua jam itu. mungkin karena tak ada gimmick bertele-tele yang dipaksakan. Oscar semalam membuktikan banyak hal salah satunya bahwa cita rasa dan apresiasi seni orang-orang Amiriki itu (sengaja bukan Typo) sudah di level dewa. Mereka tak perlu lagi seseorang dengan headphone sebesar Gaban untuk mengarahkan mereka untuk bertepuk tangan. Mereka tak memerlukan lagi jasa seorang Elly Sugigi mengkoordinir penonton yang bisa diperintah tuk tertawa dan bertepuk tangan dalam satu waktu. Mereka tak perlu menunggu ajakan melakukan standing ovation layaknya Anang ketika mendengar suara Regina di Indonesia Idol lalu karena mereka melakukannya tanpa sadar dan sangat alamiah. Adagium bahwa kita tertinggal 50 tahun dengan mereka untuk urusan menghargai karya seni dan mengapresiasi seniman ada benarnya.













    0 komentar:

    Posting Komentar