Temukan Saya

Twitter : @daenggun Facebook: Darmawansyah Gunawan E-Mail : darmawangun@gmail.com

Jumat, 20 Januari 2017

Mencintai dan Membenci Habib dengan FPI nya

By: Unknown On: Jumat, Januari 20, 2017
  • Share The Gag
  • Tulisan ini seketika saya buat untuk menanggapi tulisan saudara/teman saya Ophan Rahman yang menulis tentang habib Riziq dan FPI nya. Saya suka dengan statement balasannya di kolom komentar Facebook blio yang mengatakan artikel haruslah dibalas dengan artikel-emas. Memanglah seperti itu harusnya dan adanya.  Sudah sejak lama saya mencoba untuk menulis ini,menulis tentang bibib-sebutan sayang dan manja saya terhadap habib Riziq beserta FPI nya. Mungkin tulisan ini tidak datang untuk membalas atau meng-counter tulisan saudara Ophan tapi mungkin bisa saja berjalan beriringan dan menambahkan yang sudah ada.

    Kesintingan kita tentang politik ternyata belum reda setelah pilpres lalu ,kini muncul lagi dagelan yang lain dalam konteks dan skala yang lebih kecil-Pilkada DKI Jakarta.  Sialnya pertarungan yang digadang hanya ditingkat lokal namun gaungnya memaksa isu ini harus kita globalkan ketingkat nasional akhirnya kitapun semua menjadi larut. Yang menarik ketika suhu perpolitikan meninggi selalu saja ada habib dan FPI nya nyempil biarpun itu cuma di pojokan panggung.

    Tidak bisa dipungkiri di negri ini jualan yang mengatas namakan agama akan selalu laku dan diterima orang-orang, itulah kenapa Habib dan FPI nya bisa selalu mengisi slot pemberitaan. Apalagi di hari-hari ini di waktu sekarang ini Habib dengan telak mendapatkan panggungnya. Mulai dari 411 sampai 212.Gerakan yang hadir yang mau tak mau karena kontestasi politik ala pilkad DKI ketika bapak Ahok sang petahana “blunder” dari bicara budidaya ikan ke Al maidah 51 dalam kunker nya di pulau Seribu lalu. Agak mengherankan memang Habib dan FPI nya yang selama ini kita kenal menjalankan “politik” ala pentungan dengan ideologi barbarianism nya bisa mendapat tempat dan atensi yang sebegitu massive. Anomali bukan? Kenapa bisa orang yang sering kita caci,maki, dan hujat ini bisa dengan mudah mengumpulkan jutaan orang untuk berkumpul di satu tempat untuk berteriak “gantung Ahok” dengan dalih shalat Jumat akbar dan persatuan umat islam. Jawabannya mungkin,ini cuma mungkin loh ya, ada pendekatan yang sebenarnya telah berubah yang dilakukan oleh Habib Rizik belakangan ini meskipun itu tidak terlalu signifikan. Belakangan kita sudah jarang lagi mendengar FPI dengan pentungannnya merazia atau men-swiping tempat-tempat yang menurut mereka salah menurut syariah. Mungkin ada tapi tidak sesering dulu.

    FPI dan habib Riziq perlahan berubah dengan pendekatan diaolgis nya. Beberapa kali Habib Riziq terlibat pada dialog-dialog lintas agama, atau gagasannya tentang Pancasila yang diungkapkannya di depan jaya Suprana atau yang terakhir ketika FPI mengajukan Judicial review keppres tentang Miras. Suatu langkah yang prosudural yang dulu kalau kita menyebut tentang miras, FPI selalu sigap dengan pentungan dan bongkahan batunya. Ini belum termasuk aksi sosial mereka di beberapa tempat di lokasi-lokasi bencana. Mungkin sebagian orang menyadari itu dan mulai bersimpati terhadap FPI dan akhirnya dengan mudah mengumpulkan massa yang sebegitu banyak.

    Selain berubahnya pendekatan,ada trend yang nampak pada FPI sekarang adalah mendekatnya educated people ke organisasi ini. FPI yang kita kenal sebagai kumpulan para pengangguran dan preman berjubah mungkin untuk sekarang ini sudah tidak relevan lagi. Sedikit banyak mulai ada kaum-kaum terpelajar yang mendekat dan sering memberi statement positif tentang FPI. Biarpun masih terasa malu-malu. Kita lihat saja ketika aksi 212 berlangsung, kaum menengah terpelajar seakan terbagi dua ada yang pro dan ada yang kontra ketika dulu semuanya ada di sisi yang kontra. Kita pasti pernah mendengar atau melihat orang-orang yang ikut aksi damai 212 bukan hanya para fundamentalis dan para konservatif Islam namun diantara mereka banyak kaum-kaum terpelajar macam profesor,peneliti,dan dosen. Apakah para so called educated people ini tidak mengetahui bahwa yang menginisiasi gerakan ini adalah habib Riziq?, orang yang mungkin dia pernah kecam karena tingkah bar-bar nya. Apakah mereka tidak mengetahui bahwa gerakan Sholat Jumat bersama itu cuma kedok dari gerakan tersangkakan Ahok? Saya ragu kalau mereka ada yang menjawab tidak.

    Ini persis yang terjadi di Amerika ketika Trump tanpa diduga terpilih menjadi Presiden Amerika. Maaf jika saya melenceng sedikit bahas Amerika dan Trumpnya. Amerika yang kita kenal negara yang mengagungkan kebebasan/liberalisme dengan pemikiran terbuka masyarakatnya dengan mudah memilih Trump yang seperti kita ketahui isu kampanye nya yang anti pluralisme dan kebebasan. Isu sentimen agama dan ras selalu dibawa-bawa Trump.Tapi kenapa Trump akhirnya menang? Ternyata warga amerika tidak seterbuka itu pemikirannya.Di alam bawah sadar orang-orang Amerika ternyata dan ternyata juga masih berpikiran picik dan sempit. Dan Trump berhasil membukanya kepada kita, kepada dunia :). Itu juga yang terjadi dengan FPI dan berjuta orang yang hadir di Monas lalu, banyak orang-orang yang merasa kaum terbuka dengan pemikiran plural namun ternyata dengan mudah digerakkan melalui sentimen keagamaan. Terlalu naif memang jika saya menyamakan kita dan Amerika namun kejadian kemarin membuktikan mayoritas kita sebenarnya masih berpikiran konservatif namun malu-malu megakuinya. Dan kita bisa tau itu gara-gara Habib Riziq. Such a briliant gesture,Bib!

    Kalau mengenai Habib Riziq yang kebal hukum seperti yang dikatakan saudara Ophan di artikelnya menurut saya tidak terlalu benar karena Habib sudah dua kali di penjarakan oleh dua rezim yang berbeda. Pertama ketika 2003 lalu ketika Megawati berkuasa, Habib di vonis 7 bulan penjara karena kasus penghasutan dan pengerusakan dan kedua ketika tahun 2008 lalu di penjarakan oleh rezim SBY ketika habib mengeluarkan statemen 10 kelicikan pak Presiden. Justru jika kita melihat kondisi sekarang ketika Presidennya didukung oleh semesta,didukung oleh semua rakyatnya kenapa tidak berani memenjarakan Habib jika merasa ada yang diusik dan terusik. Jadi sebenarnya Habib tidak kebal hukum tapi pak Joko mau apa tidak.

    Kembali kekontestasi Pilkada atau politik secara umum kenapa habib & FPI nya selalu nimbrung, ya karena memang mereka jadi salah satu komoditas politik. Apalagi setelah peristiwa 212 kemarin,kita mulai tersadar bahwa Habib Riziq mampu menggerakkan massa yang begitu banyak. Jadi siapapun paslon (pasangan calon) bila kita kaitkan dengan Pilkada DKI Jakarta,mendekati FPI sama dengan memenangkan Pemilihan. Jadi kita bisa lihat dari gesture Pak Anies dan AHY yang shy-shy cat untuk mengakui mendekati FPI.Bagaimana dengan Ahok? Sama saja kok, Hanura partai pendukung Ahok pernah mencoba mendekati FPI agar mendukung Ahok namun ditolak,duarrrr. Jadi jika kita melihat sekarang ini yang paling kencang teriak membubarkan FPI dari kubu petahana, mungkin karena ada hubungannya dengan itu :).

    Sebelum menutup ini,kembali pertanyaannya apakah FPI harus dibubarkan?.Saya sepakat dengan pendapat, FPI tak perlu dibubarkan cukup jika mereka melakukan tindakan kriminal harus langsung ditindak dan dipenjarakan. Karena toh jikapun bubar,orang-orang di dalamnya tetap akan tumbuh dan membentuk organisasi yang lain yang bukan FPI namun tetap dengan ideologi yang sama.

    wassalam