Tulisan ini seketika saya buat
untuk menanggapi tulisan saudara/teman saya Ophan Rahman yang menulis tentang
habib Riziq dan FPI nya. Saya suka dengan statement balasannya di kolom
komentar Facebook blio yang mengatakan artikel haruslah dibalas dengan artikel-emas.
Memanglah seperti itu harusnya dan adanya. Sudah sejak lama saya mencoba untuk menulis
ini,menulis tentang bibib-sebutan sayang dan manja saya terhadap habib Riziq
beserta FPI nya. Mungkin tulisan ini tidak datang untuk membalas atau
meng-counter tulisan saudara Ophan tapi mungkin bisa saja berjalan beriringan
dan menambahkan yang sudah ada.
Kesintingan kita tentang politik
ternyata belum reda setelah pilpres lalu ,kini muncul lagi dagelan yang lain
dalam konteks dan skala yang lebih kecil-Pilkada DKI Jakarta. Sialnya pertarungan yang digadang hanya
ditingkat lokal namun gaungnya memaksa isu ini harus kita globalkan ketingkat
nasional akhirnya kitapun semua menjadi larut. Yang menarik ketika suhu
perpolitikan meninggi selalu saja ada habib dan FPI nya nyempil biarpun itu cuma
di pojokan panggung.
Tidak bisa dipungkiri di negri
ini jualan yang mengatas namakan agama akan selalu laku dan diterima
orang-orang, itulah kenapa Habib dan FPI nya bisa selalu mengisi slot
pemberitaan. Apalagi di hari-hari ini di waktu sekarang ini Habib dengan telak
mendapatkan panggungnya. Mulai dari 411 sampai 212.Gerakan yang hadir yang mau
tak mau karena kontestasi politik ala pilkad DKI ketika bapak Ahok sang
petahana “blunder” dari bicara budidaya ikan ke Al maidah 51 dalam kunker nya
di pulau Seribu lalu. Agak mengherankan memang Habib dan FPI nya yang selama
ini kita kenal menjalankan “politik” ala pentungan dengan ideologi barbarianism
nya bisa mendapat tempat dan atensi yang sebegitu massive. Anomali bukan? Kenapa bisa orang yang sering kita
caci,maki, dan hujat ini bisa dengan mudah mengumpulkan jutaan orang untuk
berkumpul di satu tempat untuk berteriak “gantung Ahok” dengan dalih shalat
Jumat akbar dan persatuan umat islam. Jawabannya mungkin,ini cuma mungkin loh
ya, ada pendekatan yang sebenarnya telah berubah yang dilakukan oleh Habib
Rizik belakangan ini meskipun itu tidak terlalu signifikan. Belakangan kita
sudah jarang lagi mendengar FPI dengan pentungannnya merazia atau men-swiping tempat-tempat yang menurut
mereka salah menurut syariah. Mungkin ada tapi tidak sesering dulu.
FPI dan habib Riziq perlahan
berubah dengan pendekatan diaolgis nya. Beberapa kali Habib Riziq terlibat pada
dialog-dialog lintas agama, atau gagasannya tentang Pancasila yang diungkapkannya di
depan jaya Suprana atau yang terakhir ketika FPI mengajukan Judicial review keppres tentang Miras. Suatu
langkah yang prosudural yang dulu kalau kita menyebut tentang miras, FPI selalu
sigap dengan pentungan dan bongkahan batunya. Ini belum termasuk aksi sosial
mereka di beberapa tempat di lokasi-lokasi bencana. Mungkin sebagian orang
menyadari itu dan mulai bersimpati terhadap FPI dan akhirnya dengan mudah
mengumpulkan massa yang sebegitu banyak.
Selain berubahnya pendekatan,ada trend
yang nampak pada FPI sekarang adalah mendekatnya educated people ke organisasi
ini. FPI yang kita kenal sebagai kumpulan para pengangguran dan preman berjubah mungkin untuk sekarang ini sudah tidak relevan lagi. Sedikit banyak mulai ada kaum-kaum
terpelajar yang mendekat dan sering memberi statement positif tentang FPI. Biarpun masih terasa malu-malu. Kita lihat saja ketika aksi 212 berlangsung, kaum menengah terpelajar seakan terbagi dua ada yang pro dan ada yang kontra
ketika dulu semuanya ada di sisi yang kontra. Kita pasti pernah mendengar atau
melihat orang-orang yang ikut aksi damai 212 bukan hanya para fundamentalis dan
para konservatif Islam namun diantara mereka banyak kaum-kaum terpelajar macam
profesor,peneliti,dan dosen. Apakah para so
called educated people ini tidak mengetahui bahwa yang menginisiasi gerakan
ini adalah habib Riziq?, orang yang mungkin dia pernah kecam karena tingkah
bar-bar nya. Apakah mereka tidak mengetahui bahwa gerakan Sholat Jumat bersama
itu cuma kedok dari gerakan tersangkakan Ahok? Saya ragu kalau mereka ada yang
menjawab tidak.
Ini persis yang terjadi di
Amerika ketika Trump tanpa diduga terpilih menjadi Presiden Amerika. Maaf jika
saya melenceng sedikit bahas Amerika dan Trumpnya. Amerika yang kita kenal
negara yang mengagungkan kebebasan/liberalisme dengan pemikiran terbuka
masyarakatnya dengan mudah memilih Trump yang seperti kita ketahui isu kampanye
nya yang anti pluralisme dan kebebasan. Isu sentimen agama dan ras selalu
dibawa-bawa Trump.Tapi kenapa Trump akhirnya menang? Ternyata warga amerika
tidak seterbuka itu pemikirannya.Di alam bawah sadar orang-orang Amerika ternyata dan ternyata juga masih berpikiran picik dan sempit. Dan Trump berhasil membukanya kepada
kita, kepada dunia :).
Itu juga yang terjadi dengan FPI dan berjuta orang yang hadir di Monas lalu,
banyak orang-orang yang merasa kaum terbuka dengan pemikiran plural namun
ternyata dengan mudah digerakkan melalui sentimen keagamaan. Terlalu naif
memang jika saya menyamakan kita dan Amerika namun kejadian kemarin membuktikan
mayoritas kita sebenarnya masih berpikiran konservatif namun malu-malu
megakuinya. Dan kita bisa tau itu gara-gara Habib Riziq. Such a briliant gesture,Bib!
Kalau mengenai Habib Riziq yang
kebal hukum seperti yang dikatakan saudara Ophan di artikelnya menurut saya
tidak terlalu benar karena Habib sudah dua kali di penjarakan oleh dua rezim
yang berbeda. Pertama ketika 2003 lalu ketika Megawati berkuasa, Habib di vonis
7 bulan penjara karena kasus penghasutan dan pengerusakan dan kedua ketika tahun
2008 lalu di penjarakan oleh rezim SBY ketika habib mengeluarkan statemen 10
kelicikan pak Presiden. Justru jika kita melihat kondisi sekarang ketika Presidennya
didukung oleh semesta,didukung oleh semua rakyatnya kenapa tidak berani
memenjarakan Habib jika merasa ada yang diusik dan terusik. Jadi sebenarnya Habib
tidak kebal hukum tapi pak Joko mau apa tidak.
Kembali kekontestasi Pilkada atau
politik secara umum kenapa habib & FPI nya selalu nimbrung, ya karena memang
mereka jadi salah satu komoditas politik. Apalagi setelah peristiwa 212 kemarin,kita
mulai tersadar bahwa Habib Riziq mampu menggerakkan massa yang begitu banyak. Jadi siapapun
paslon (pasangan calon) bila kita kaitkan dengan Pilkada DKI Jakarta,mendekati FPI sama dengan memenangkan
Pemilihan. Jadi kita bisa lihat dari gesture Pak Anies dan AHY yang shy-shy cat untuk mengakui mendekati
FPI.Bagaimana dengan Ahok? Sama saja
kok, Hanura partai pendukung Ahok pernah mencoba mendekati FPI agar mendukung
Ahok namun ditolak,duarrrr. Jadi jika kita melihat sekarang ini yang paling
kencang teriak membubarkan FPI dari kubu petahana, mungkin karena ada
hubungannya dengan itu :).
Sebelum menutup ini,kembali
pertanyaannya apakah FPI harus dibubarkan?.Saya sepakat dengan pendapat, FPI tak perlu dibubarkan cukup jika mereka melakukan tindakan
kriminal harus langsung ditindak dan dipenjarakan. Karena toh jikapun
bubar,orang-orang di dalamnya tetap akan tumbuh dan membentuk organisasi yang
lain yang bukan FPI namun tetap dengan ideologi yang sama.
wassalam