Temukan Saya

Twitter : @daenggun Facebook: Darmawansyah Gunawan E-Mail : darmawangun@gmail.com

Kamis, 14 September 2017

Bobotoh dan Sanksi Save Rohingya

By: Unknown On: Kamis, September 14, 2017
  • Share The Gag
  • Di laga Persib Bandung vs Semen Padang Minggu lalu,selain hasil imbang antar kedua tim yang jadi tajuk berita,Koreo Bobotoh di Tribun timur Jalak Harupat yang apik bertuliskan 'Save Rohingya' juga mengambil headline. Pesan Kemanusiaan yang coba dibawa Bobotoh ternyata membawa masalah, pihak PSSI per hari ini mengeluarkan denda kepada Persib karena 'ulah' Bobotoh yang di klaim federasi sebagai pesan politik. Tentu saja linimasa tiba-tiba bergolak karena ini, Bobotoh pun dengan sigap membuat gerakan #koinuntukPSSI untuk membayar denda sebesar 50 juta yang sudah dijatuhkan.

    Kenapa bisa pesan Kemanusiaan oleh PSSI dianggap pelanggaran dan wajib kena tilang? Saya mencoba menelaah jalan berpikir FIFA, federasi sepakbola dunia lewat PSSI, kenapa pesan 'Save Rohingya' itu masuk dalam kategori pesan politik. Ya kita sama-sama tahulah FIFA alergi dengan namanya urusan politik, makanya kenapa kita di banned tahun lalu karena PSSI dipandang diintervensi secara politik oleh pemerintah. Kembali ke soal Rohingya ini,saya cuma bisa menduga, FIFA melalui PSSI menganggap soal Rohingya ini masuk dalam kategori konflik, jadi karena masuk dalam kategori konflik secara logika  ada dua kubu yang bertikai, posisinya setara dan berimbang yang artinya ada korban di dua belah pihak. Ini sejurus dengan keadaan yang ada di Myanmar sekarang,di pihak pemerintah Myanmar atau beberapa analis mengatakan konflik ini ada karena adanya gerakan separatis yang eksis dan untuk mencegah itu  pemerintah Myanmar melakukan operasi militer untuk melawan separatisme,kalau melihat situasi ini tidak ada yang salah dari situ sedangkan ada yang menganggap bahwa ini adalah aksi genosida,ada upaya pembersihan etnis di sana. Di kita, berita-berita yang sampai adalah saudara muslim kita di bantai di sana yang hasilnya menciptakan simpati di sini. Wajar karena Indonesia mayoritas Muslim jadi gaungnya jadi kencang di sini. Persoalan nya korban yang jatuh bukan  saja dari Rohingya yang kebetulan Muslim ada juga korban dari etnik yang lain,etnik asli Myanmar dan kebetulan Budha yang dibunuh oleh  militan yang dicap teroris oleh pemerintah Myanmar.

    Dari penjelasan njlimet saya di atas jadi jelas FIFA bisa saja memang menganggap soal Rohingya adalah kategori konflik yang posisinya sama dengan konflik Israel-Palestina yang sudah jauh-jauh hari FIFA melarang ada pesan-pesan soal itu di dalam lapangan. Di mana letak pesan politik nya? Ya karena ada dua pihak yang bertikai kenapa Bobotoh cuma teriak 'Save Rohingya' sedangkan korban dari etnis lain juga ada, nah di sini Bobotoh dengan pesannya dianggap memihak salah satu kubu, dianggap tidak netral.

    Jadi apakah PSSI dianggap abai soal kemanusiaan,ya tentu tidak. PSSI cuma menegakkan aturan main FIFA, politik tidak boleh masuk dalam ranah sepakbola. Ada yang bilang kok pas ada serangan teroris di Paris  yang menghasilkan tagar #PrayforParis,malah di Eropa sana melakukan 'moment of silence' sebelum pertandingan. Ya karena posisi kedua peristiwa itu memang beda, #SaveParis masuk dalam kategori bencana/musibah, kedudukan nya sama dengan Tsunami Aceh atau Badai Irma di Amerika sedang soal Rohingya ini tidak masuk ke situ ya sekali lagi Rohingya masuk dalam kategori konflik.

    Bisa dibayangkan kalau FIFA tidak punya aturan soal itu justru akan menimbulkan masalah baru. Makanya FIFA melihat sesuatu melalui perspektif umum bukan persepsi subyektif. FIFA cuma mau berusaha netral untuk hal yang masih belum jelas kelaminnya. Ya bayangkan kalo FIFA mendukung save Palestine,bisa mencak-mencak negara yang pro ke Israel begitupun sebaliknya. Jadi jelas tendensi FIFA di sini bukan abai soal kemanusiaan. Semua individu di sepakbola bisa punya concern politik nya masing-masing tapi haram hukumnya ditampilkan di atas lapangan.

    Sabtu, 02 September 2017

    Melankolia Timnas

    By: Unknown On: Sabtu, September 02, 2017
  • Share The Gag
  • Bagi saya tidak ada olahraga sesyahdu sepakbola di Planet ini, olahraga yang memuat daya magis luar biasa ini beberapa kali membuat saya patah hati. Seperti header dari blog saya ini, sepertinya sepak bola sudah menjadi agama bagi saya tapi mungkin belum kaffah karena belakangan ini saya lebih suka menonton bola lokal dibanding bola impor. Sebenarnya sudah berlangsung lama kesukaan saya terhadap bola lokal,entah kenapa pertandingan-pertandingan dari luar tidak lagi menjadi pilihan buat saya,kurang greget saking sempurnanya. Yup kadang hidup butuh drama dan saya mendapatkannya dari sepakbola kita sendiri.

    Negri (penonton) sepakbola ini entah dapat sihir dari mana sampai kita bisa begitu gandrung dengan permainan ini. Dunia bagai berhenti bergerak ketika Timnas kita bermain,seakan tiada yg lebih penting timbang menonton Timnas. Bangsa ini tau bahwa kesebelasan nya adalah tim gurem bin semenjana di pusaran galaksi sepakbola  namun kita tidak pernah habis optimis bahwa suatu saat kita akan berjaya. Mencintai sepakbola Indonesia adalah menjadi sebaik-baiknya seorang masokis. Tau bahwa itu sakit tapi dengan sukarela kita bertahan. Sudah tak terhitung berapa kali harapan terhempas,optimisme yang membumbung dengan sangat mudah tersungkur jatuh,hati remuk redam melihat sosok-sosok yang kita cintai dan banggakan menangis histeris karena tak kuasa menolak kegagalan.

    Mendukung Timnas sama dengan terlatih tuk patah hati. Saking terlatih nya kegagalan kita barusan yang hanya mendapat perunggu di SEA Games,rasa perih nya terasa hambar,cinta membuat kita mati rasa. Esok kita bangun lagi membuka lembaran yang lain dengan cinta yang baru, siap-siap untuk patah hati lagi untuk kesekian kali.

    Timnas adalah semurni murninya cinta,yang tak mengharap kembali, sebuah tanpa pamrih yang suci. Bisa saja sebagian kita merasakan cinta dan patah hati untuk pertama kali justru bukan karena tautan hati antar anak manusia tapi karena menjadi pendukung Tim Nasional Indonesia. Punya banyak contoh kawan yang sampai terisak ketika kita gagal berkali-kali. Punya kawan dengan perawakan kuat dan (sok) tegar akhirnya tak kuasa berubah menjadi kemayu ketika kita kandas di Rajamangala, AFF 2016 lalu. Yang lain mungkin menertawakan, terlihat aneh dan berlebih namun bagi saya itu adalah pengejawantahan cinta dengan rasa ikhlas. Bukan tangisan cengeng namun sebuah unjuk rasa cinta yang setulus-tulusnya.

    Berdiri di sekat-sekat tribun sembari bersenandung Indonesia raya adalah pengalaman magis buat saya. Entah daya pikat apa yang ditaruh WR Supratman di dalam musik dan liriknya bisa begitu padu dengan permainan yang paling indah di muka bumi ini. Nasionalisme menjadi dalam tanpa perlu dihiasi jargon-jargon Nasionalisme kosong yang politis itu.

    Menang kami sambut,kalahpun kami jemput karena kami adalah Suporter terbaik di dunia.

    Minggu, 13 Agustus 2017

    Ode to my Brotha

    By: Unknown On: Minggu, Agustus 13, 2017
  • Share The Gag
  • Saya menulis ini masih dalam keadaan gemetar, pagi yang suram karena telepon tidak berhenti berdering tentang kabar seorang sahabat terbaik telah kembali pulang. Ada rasa sakit dan rasa penyesalan yang teramat mengetahui kabar ini. Saya hilang kata.

    Sebuah penyesalan karena akhir-akhir ini tidak lagi kita berbagi kabar. Masih ingat idul Fitri tahun ini kita janjian akan berlebaran bersama di solo tapi ternyata itu adalah percakapan terakhir kita. Masygul asli saya masygul, permintaan sederhana mu ke saya jikalau kamu bertandang ke solo dengan membuat kan mu kopi tidak kesampaian.kopi itu ternyata tidak pernah tersentuh,panasnya kopi perlahan menghangat dan akhirnya dingin,sedingin suasana hati hari ini.fakkkkk!!

    Hari ini kamu bertemu Tuhanmu membawa segala kebebalan dan kekeras kepalaanmu. Saya tidak pernah bertemu orang yang sebebal dirimu. Kita lebih banyak bersebrangan dalam berpikir,lebih banyak ber kontra ria dari pada segendang sepenarian. Jujur saya telah  kehilangan teman,sahabat, sekaligus saudara dalam dirimu.

    Perdebatan kosong nan semu kita selama ini terasa sakit kalau mengingat nya sekarang. Perdebatan keras tentang organisasi yang kita cintai, perdebatan tentang hidup dalam persepsi yang berbeda dan sederet perdebatan lain yang terus terang hari ini saya merindu untuk itu. Terlepas dari semuanya, dari dirimulah saya menemukan pengertian orang baik dalam arti sebenarnya.Selama saya mengenalmu,kamu rela mengurangi kenyamanan mu untuk memberikan rasa nyaman ke orang lain. Dalam dirimu saya menemukan arti tanpa pamrih yang paling murni. Tanpa tedeng aling aling dalam membantu sesama ada dalam kamus hidup mu.

    Sayangnya hari ini kamu salah memilih lawan debat. Memilih berdebat dengan yang kuasa,suatu pilihan yang bodoh. Baru hari ini saya mendengar mu menyerah,sebuah keputusan akhir yang bijak kawan meskipun saya tau kamu telah melawan dengan sebaik baiknya,sehormat hormat nya.

    Terimakasih atas persahabatan selama ini boy,tenanglah kamu di sana. Maaf seribu maaf saya tidak bisa mendampingi mu dan membantu mu selama kamu "berdebat",suatu penyesalan teramat sangat. Hari ini saya ikut merasakan sepi dan diam itu. You are nothing but the best boy. REST IN PRIDE.ADDIOS!!!

    Bersenang senang lah.

    Selasa, 08 Agustus 2017

    NDESO

    By: Unknown On: Selasa, Agustus 08, 2017
  • Share The Gag
  • Gara-gara melihat tulisan kawan Ulla Nasrullah tentang oposisi binernya,jadi berani dan mulai melanjutkan tulisan yang nyerempet politik lagi. Bukan apa-apa sekarang ini kalo kita menulis soal politik apalagi  sesuatu yang bersebrangan dengan pemerintah bisa-bisa langsung dicap hater dan paling parah saya bisa ujug-ujug menjadi anggota ormas Islam tertentu tanpa kartu tanda keanggotaan. Mungkin tidak sekeren tulisan teman saya itu yg berbasis teori apalah-apalah,saya taunya cuman nulis entah ada teori nya entah ada isinya saya mah bodo amat yang penting nulis.

    Mungkin terlalu jauh kalau saya membicarakan Indonesia secara keseluruhan, keresahan saya muncul,ada dan timbul justru dari teman-teman terdekat yang tiba-tiba bisa menyalak dan menggonggongi kita karena status-status di sosmed yang kebetulan tidak sejalan dengan pemerintah. Jadi sekarang itu trendnya mengarah ke puja puji ke pemerintah,yang tidak seperti itu akan terlihat aneh dan tiba-tiba dimasukkan kegolongan orang-orang kurang piknik. Saya mencoba memahami dan menolak untuk baper. Saya cuma menyayangkan, kondisi ini ada gara-gara sistem demokrasi kita yang tiba-tiba berubah bagai ajang pencarian bakat,ajang idol-idolan yang akhirnya tidak lagi menghasilkan konstituen tapi malah melahirkan Fans. Orang-orang yang tidak mau ikut kedalam fanbase besar ini akhirnya dicap haters. Iya semudah itu polarisasinya. Ibaratnya,saya dikatakan kuno dan ketinggalan jaman karena suka dengan J-Pop dibanding menjadi die hard K-Pop. Saya memakai K-Popers untuk mereka-mereka ini karena kita semua taulah bagaimana Die Hard nya mereka sampai Bruce Willis pun mungkin akan keder. Nggak boleh ada seorang pun yang mengkritik idolanya sekali itu kita lakukan, alamat buat kita.

    Perdebatan antara lebih baik mana menjadi Fans atau Haters bagai perdebatan yang mana lebih dulu ayam apa telur,atau perdebatan yang ra uwis-uwis mana yang lebih mulia menjadi wanita karier atau menjadi ibu rumah tangga 😀😀. Susah kan,tapi kalo saya buat sederhana, lebih keren mana menjadi Fans atau Haters semua sepakat rata-rata kerenan menjadi Fans katanya,karena kalo bagian ini akan terlihat berpikiran terbuka,smart,toleran dan bla-bla di sisi yang lain akan terlihat punya pikiran sempit, intoleran, dan hidup penuh kegelisahan. Belum apa-apa yang sebelah sana sudah menstigma negatif orang lain :)).

    Dalam kondisi normal mestinya tidak ada kedua frasa itu,catat kondisi normal loh ya. Karena dalam demokrasi, setelah memilih pemimpin, rakyatnya harus kembali berposisi sebagai watch dog, sebagai anjing pengawas buat pemerintah yang bisa kapan pun menyalak ketika tuannya keblinger. Jangan menjadi anjing sirkus, dicekokin apapun langsung ditelan mentah-mentah dan selalu mencari rasionalitas dari penyimpangan tuannya.

    Menjadi watchdog disini saya kondisi kan dalam pandangan ideal bukan berbasis model Jonru atau Hafidz Ary ya, tolong ini diunderline. Sedari awal kan kita sudah mendeklarasikan kita ini generasi pembaharu, generasi yang rasional,pemilih cerdas dan sederet jargon lainnya.kalo keadaan ini terus berlangsung orang-orang yang ada di menara gading sana ambil keuntungan sedangkan kita semut-semut ini saling hadap-hadapan,caci-cacian,atau mungkin yang paling ekstrim saling bunuh-bunuhan dan akhirnya tidak mendapatkan apa-apa.Apes.

    Pemegang kebenaran atau istilah kerennya self righteous,iya banyak teman yang berubah menjadi seperti ini. Ada teman yang mulai gampang meng-goblok-goblokan karena merasa paling benar, menjadi orang yang sepertinya sudah melahap semua jenis buku padahal yah senjatanya cuma meme atau nge-share infografis kosong ala akun-akun buzzer, Pintarnya di mana coba? Dikasih argumen sedikit jawabannya nda nyambung.kalo orang sekarang bilang ad hominem,karena memang tidak ada gagasan sama sekali. Tipikal fan yah gitu pakai kacamata kuda.

    Pernah saya hampir mau muntah saking enegnya pas lagi booming masang twibbon "saya Indonesia,saya Pancasila" yang apa-apalah itu di setiap ava sosmed. Pernah dalam satu waktu mosting lip Service Soe Hok Gie yang terkenal itu yang isinya kira-kira begini ''kami katakan apa sebenarnya tujuan kami. Kami katakan bahwa kami adalah manusia-manusia yang tidak percaya slogan. Patriotisme tidak mungkin akan tumbuh dari hipokrisi dan slogan-slogan...dst". Eh besoknya tiba-tiba masang twibbon "saya Indonesia,Saya Pancasila". Tau ah gelap. Jadi sebenarnya mereka nda punya konsen sama sekali cuma ikut arus apa yang lagi mainstream. Saya nda ikut-ikut soal itu bukannya saya nda Pancasilais bukannya saya nda nasionalis tapi kita taulah kenapa tiba-tiba ada jargon-jargon itu. Asalnya dari mana dan tujuannya apa. Dan hasilnya sekarang dengan mudah kita tebak,orang yang berbeda dengan pemerintah akan dicap seperti itu. Buktinya? Tuh Perppu yang baru keluar,yang kalo kita ambil kesimpulan isinya itu lebih ke yang tidak Pancasila adalah musuh dan wajib diberangus. Yaelah katanya demokrasi,ada yang coba adu gagasan langsung dicap "kafir" sama negara. Sudah macam Propaganda "Uber Alles" nya Joseph Gobbles yang jadi alasan Nazi membantai Yahudi Eropa.hehhe.
    Mau bukti lain,liat noh Viktor Laiskodat ketua fraksi Nasdem di DPR, menjadikan isu intoleran,anti Pancasila menjadi bahan jualan supaya partai nya laku. Iya serendah itu kok slogan Pancasila dan nasionalisme menye-menye itu sekarang, tidak lebih hanya digunakan sebagai bahan dagangan.

    Oke kembali ke laptop. Soal kritik mengkritik pemerintah mah bukan barang baru,bukan terjadi sekarang ini saja. Ini perilaku normal demokrasi. Toh yang dikritik juga basisnya pada kinerja, bukan aliran kritik Jonruisme yang muaranya fitnah. Toh tidak ada yang salah ketika kita ngeluh Listrik naik,Bawang mahal, garam menjadi langka, karena ada yang pernah bilang bahkan sampai berjanji bahwa tidak akan menaikkan TDL kalo saya berkuasa. Saya tidak akan mengekspor bahan dasar agar kedaulatan petani-petani tetap terjamin eh kenyataannya malah sebaliknya. Sini saya kasih tau deh,semua orang yang di luar pemerintah itu akan terlihat sosialis memang tapi ketika mereka masuk dan jadi penguasa akan berubah menjadi kapitalis tulen. Itu kenyataan nya, nda percaya? Lagi? Coba perhatikan deh narasi-narasi PDI perjuangan saat jadi oposisi dan saat sekarang menjadi ruling party.dulu menggunakan frasa "menyengsarakan rakyat", sekarang dengan "subsidi dialihkan",sebuah permainan kata yang haqiqi.😁😁
    jadi dari semua kenyataan ini cuma mau bilang,kalo taklid jangan buta-buta amatlah.

    Yang jauh lebih menarik dari politik kiwari adalah apapun masalahnya SBY harus ikut terlibat. Beneran saya nda paham ini,kenapa muka SBY selalu nongol di Timeline Facebook atau Twitter saya sambil dicaci. Hmmmmm mungkin karena terlalu banyak statement pak Beye yang berseberangan dengan sang  junjungan. Ini seperti sudah otomatis terdefault siapapun yang menyinggung junjungan kita,hanya ada satu kata "LAWAN",yaelah. Dulu saja ngomong dasar Jendral baperan eh malah sekarang mereka-mereka ini yang malah gampang baperan. Poin pak Beye ini menarik karena jika ada keputusan yang mesti diambil rezim sekarang yang tidak populer, alasannya karena ini warisan rezim sebelumnya sehingga membuat kita jadi sulit begini.dan para die hard pun bersorak dan mengiyakan. Abluy,kasihan amat pak Beye,sudah tidak punya kuasa tapi sekarang masih diseret-seret juga lalu dibully habis-habisan. Layaknya komedi, pak Beye ini ditaruh pada punchline pelengkap penderita. Pak Beye ini dijadikan pembanding dengan pak Jokowi dalam angle kegagalan. Narasi yang dibangun untuk pak Beye "dulu 10 tahun ngapain aja" atau "kebanyakan bikin album sih sampai lupa urus negara". Serius sampai segitunya tapi kalo mau sedikit usaha sih,data bertebaran di mana-mana tentang apa yang dilakukan papanya Agus ini selama jadi presiden. Saya pun punya data lengkap nya tapi nda usahlah saya share di sini nanti banyak yang kejang-kejang lagi. Tapi yang jelas dulu ketika pak Beye berkuasa,media ataupun kita-kita ini tidak terlalu menyukai hal-hal yang berbau seremonial dan gunting pita namun sekarang hal itu diumbar agar supaya...Ya gitu deh. Sama persis yang dilakukan Mr "Piye kabare? Penak jamanku toh!", politik seremonial.

    Justru selalu dibawa-bawa nya SBY ini sebenarnya bisa jadi indikasi bahwa bisa saja pemerintah sekarang tidak bisa apa-apa lalu untuk menutupi itu cara yang sangat mudah adalah dengan menyalahkan orang lain dengan cara mencari cari kesalahan untuk dijadikan perbandingan dan alat ngeles zig-zag kayak bajaj. Dan yang paling parah prestasi-prestasi pendahulu berusaha dikubur, dihilangkan seolah-olah tidak ada yang dikerjakan. Sialnya pak SBY yang diserang habis-habisan ini punya sumber daya dan kebenaran fakta yang bisa membalikkan itu dengan sangat mudah dan valid.
    Mungkin teman-teman yang membully Paka Beye ini alpa bahwa pembangunan ini soal kesinambungan,tidak akan ada tuh namanya superhero ataupun Satria Piningit yang bisa mengubah sesuatu dalam sekejap apalagi kalau cuma 5 tahun. Kalo model berpikir seperti ini masih saja terus dipakai, negri ini tidak akan punya Tembok besar China nya sendiri. Great Wall itu dibangun Beratus tahun sampai ditahap rampung,melewati banyak dinasti dan kekaisaran. Dinasti yang pertama membangun nya tidak pernah menikmati apa yang digagasnya di awal.kalo model kita sekarang ada dipemikiran para pemimpin China yang lalu mungkin sekarang tidak ada namanya Tembok Besar China yang termasyhur itu karena masing-masing pemimpin bertahan pada egonya masing-masing.

    Banyak yang bilang pak Jokowi bisa saja tidak terpilih lagi untuk periode selanjutnya bukan karena pak Joko jauh dari prestasi tapi karena keberadaan para Buzzer dan Fans nya yang tiap hari tak henti-hentinya menyalak dan membully siapapun yang coba mengkritik Presiden.

    Yo biasa wae to mas ojo gumunan. Ngopi sek ben waras supaya nda anti kritik,kalo masih anti kritik juga biarpun dah ngopi klean NDESO.

    Sabtu, 05 Agustus 2017

    Susahnya menjadi Reinaldo

    By: Unknown On: Sabtu, Agustus 05, 2017
  • Share The Gag
  • Mudah-mudahan keputusan melepas Reinaldo adalah keputusan yang diambil manajemen PSM atas dasar hasil evaluasi mendalam coach Robert bukan atas keinginan manajemen tanpa melibatkan staf kepelatihan. Kalau memang iya atas keinginan manajemen sendiri,ini menjadi sebuah keputusan yang sulit dinalar. Entah pada bagian mana Reinaldo dikata gagal di PSM. Paruh pertama liga Rei menyumbang 9 gol untuk PSM,secara statistik ini jauh dari kata buruk. Ditengah iklim sepakbola yang masih mendewakan hasil mestinya tidak ada alasan memecat Reinaldo. Lah wong hasilnya 9 gol saya ulangi 9 gol.

    Saya mencoba memahami alur berpikir coach Robert bagaimana ngebet nya dia mengambil Reinaldo di awal musim. Kita semua juga heran pasti karena kalau melihat penampilannya di Piala Presiden lalu Rei termasuk pemain yang bagus namun tidak istimewa. Tidak lebih istimewa dengan Poya Hosaini pemain seleksi sebelum Rei datang yang ditolak Robert karena tidak sesuai kriteria yang dia mau. Dari Penolakan Poya itu sebenarnya kita sudah bisa memahami keinginan Robert tentang tipikal pemain yang cocok dengan rencana strategi nya. Bagai kepingan puzzle,Rei ini pemain terakhir yg akan menyempurnakan strategi Robert. Robert ingin memiliki striker yg jauh berbeda dengan gaya Ferdinand dan Tibo,karena kalau tetap memilih Poya, variasi taktik Robert dalam penyerangan sudah dipastikan itu itu saja.pasalnya gaya main Poya sama dengan dua striker lokal yang sudah dimiliki PSM. Jadi melalui kacamata Robert menilai mengambil Rei sama dengan opsi taktik menjadi jauh lebih banyak.

    Dengan Rei,Zulkifli dan Reva punya "pekerjaan" yang jelas dalam formasi 4-3-3 nya Robert. Mereka tinggal menyisir sisi lapangan dan crossing, pekerjaan selesai. Dengan Rei, Pluim akan jauh lebih tajam dalam urusan mencetak gol karena punya "tembok" pemantul di depan . Dengan Rei penyerang-penyerang sayap PSM punya alasan  mencetak gol dibanding hanya bertugas membuka ruang.
    Tidak percaya? Liat gol Reinaldo melawan Arema,Gol Pluim pada saat melawan Persipura,atau gol M Rahmat di laga pembuka liga melawan Persela. Kalau sudah melihat itu mestinya tidak ada alasan untuk melepas Rei.that was genius play by Reinaldo.

    Terlalu banyak entah jika hasil evaluasi staf kepelatihan dan manajemen bahwa Rei adalah titik terlemah maka harus dilepas dan cari pengganti. Apakah jika PSM memiliki Odemwingie sekarang performa dan gol nya akan sama dengan yang dia cetak di Madura? Entah. Apakah memang soal penurunan performa PSM diakhir paruh liga linear dengan performa Rei? Sekali lagi entah. Tapi yang pasti penurunan performa menurut saya jauh dari persoalan teknis tapi lebih dekat kepada daya magis Robert dalam menyentuh aspek mental dan motivasi tidak tampak, yang tampak malah Robert makin asik sendiri,Robert yang makin egois. Apakah memang begitu? Entah.

    Mungkin saja Rei dilepas karena memang kita tidak pernah menyukai tipikal pemain seperti dia. Kita masih memuja sepakbola utak atik. Kita senang bersorak ketika melihat pemain yang bisa mengecoh dan melewati banyak pemain. Kita lebih menghargai pemain yang meliauk-liuk dari pada pemain yang senang memanfaatkan ruang karena memang secara visual seperti tidak melakukan apa-apa. Saya menduga pemain macam Inzaghi,Nicola Ventola,Muller,ataupun Fred biarpun banyak mencetak gol juga akan dicap gagal kalau bermain di Indonesia karena kerjaannya hanya "stand by" di kotak penalti. Udah nda bisa dribble apalagi sprint,apa yang diharap dari situ kata orang-orang pemuja sepakbola utak atik.

    Saya mungkin sedikit orang yang menyayangkan Reinaldo pergi dari sekian banyak nya yang bersorak atas keputusan manajemen ini. Yah kembali lagi ini persoalan selera tapi bagi saya Reinaldo masih sangat sangat pantas berada di Makassar.

    Damn son... saya larut pada postingan-postingan perpisahan Rei di Instagram. Sedih ma men melihat raut wajah yang selalu memberikan keyakinan dan permainan 100℅ tak akan tampak lagi di setiap sudut Mattoanging. Gudbye Amigo

    Gracias Reinaldo...Addios

    Selasa, 18 Juli 2017

    Melempem Boscuu

    By: Unknown On: Selasa, Juli 18, 2017
  • Share The Gag
  • Sepertinya saya dan siapapun yang menjadi suporter PSM Makassar sekarang harus kembali menginjak Bumi. Dengung kepongahan juara harus kita atur kembali. Semenjak kemenangan luar biasa atas Persipura lalu saya melihat performa PSM sepertinya terus tergerus. Entah apa yang salah tapi kecenderungan itu bisa benar kalau kita melihat permainan dan hasil PSM beberapa pertandingan terakhir. Perkasa selama 14 pekan di ujung papan akhirnya hari ini harus rela dikudeta Madura. Tidak perlu panik memang tapi mesti was-was. Gairah dan hasrat ingin menang dari setiap pemain di laga-laga awal musim kini seperti hilang tak berbekas. Apalah arti dari strategi jitu dengan analisa luar biasa Tuan Robert kalo hasrat menang tidak ada. Iya itu yang jelas terlihat dan harus cepat-cepat dicari solusinya.

    Mental tandang yang melempem sampai inkonsistensi permainan yang jadi highlight besar pada  putaran pertama liga. Dari liat jadwal putaran pertama ini mestinya PSM bisa memanfaatkan sebaik-baiknya karena kebanyakan laga home PSM melawan klub-klub besar sedangkan di laga away kebanyakan melawan tim-tim gurem. Kita sukses menang atas Malang, Jayapura,Palembang dan Jakarta tapi sialnya kita gagal mengambil keuntungan di laga-laga melawan tim "sekelas" Gresik dan Balikpapan yang di atas kertas harusnya bisa kita ambil. Kalau masih dengan mental tandang yang bosok seperti sekarang, saya ngeri membayangkan nasib PSM di putaran kedua.

    PSM juga gagal memanfaatkan waktu ketika tim-tim lain masih meraba-raba dan masih berusaha mencari bentuk permainan,PSM sudah berada dalam mode siap dan langsung tune in di liga. Sekarang keadaan itu terasa berbalik. Kawan di papan atas sekarang, Madura dan Persipura tidak punya start yang bagus apalagi Persipura yg awal malah kalahan kini mereka mulai menemukan irama mereka sedangkan PSM seakan kehilangan pegangan pasca menang telak melawan Persipura. Melawan Jayapura adalah pertandingan terakhir PSM yang saya liat sebagai tim setelah itu abluy. Kemenangan-kemenangan setelah nya tidak lebih karena kemampuan skill individu pemain.

    Ini sotoy saya saja,ada kecenderungan  PSM sekarang sudah puas dan mulai asik sendiri. Terlalu sering berbicara "kita" dan tak mau peduli dengan "mereka". Robert mudah-mudahan tidak memakai pemikiran Wenger, yang sibuk dengan timnya sendiri dengan ego nya sendiri tanpa pernah melihat lawan yang terus ber-evolusi.

    Putaran pertama sisa dua pekan lagi yang sialnya kesemuanya harus dijalankan di luar Makassar. Berharap yang terbaik sembari mulai realistis dan menurunkan sedikit ekspektasi. Optimis dan tetap EWAKO Pe Es Eng Makassar.

    Sabtu, 08 Juli 2017

    Ujug-Ujug PSM

    By: Unknown On: Sabtu, Juli 08, 2017
  • Share The Gag
  • Ada yang tidak biasa kalo kita melihat klasemen Liga 1 sekarang ini. Memasuki pekan ke 11 ada nama PSM Makassar di ujung papan. Ketidak biasaan ini saya wakilkan untuk para dede gemes yang heran kenapa ujug-ujug PSM ada di atas. Untuk kita ataupun saya sendiri yang sudah mengikuti PSM sejak era Azwar Anas mimpin PSSI, menjadi sangat normal dan biasa. Ini bukan ujug-ujug kita cuma kembali ke fitrah kembali ke khittah.

    Saya mungkin keseringan nge-scroll timeline Twitter ataupun laman komen setiap akun balbalan di Instagram sampai saya merasa baper. Bagaimana tidak baper cobak, terlalu banyak pertanyaan,keheranaan dede gemes terhadap capaian PSM awal musim ini.  Kok bisa PSM?,dari mana mau kemana ujug-ujug PSM di atas? atau yang paling gemes, PSM memangnya klub besar ya? duarrr. Eh ngomong- ngomong dede gemes, ini saya pakai sebagai istilah, karena kalo lihat ava atau profil picture mereka yang komen seperti itu rata-rata masih dede-dede yang tampak lahir di pertengahan 90an. Selalu masygul perasaan ini kalo mereka ngomenin PSM. Tapi ya nda bisa disalahkan juga kenapa mereka mengatakan itu karena mungkin baru mulai ngeh nonton sepakbola nasional ketika Arema punya embel-embel Indonesia di belakangnya. Masa-masa di mana prestasi PSM terbilang biasa saja.  Masa-masa di mana PSM tidak lagi konsisten berada di atas. Ketika PSM lagi jaya-jayanya anak-anak itu masih ngendon di rumah sambil ngedot di ketek emaknya.  Ibarat milenial yang cuma tau ada Barcelona ketika Valencia bisa dua kali beruntun masuk final Liga Champion di awal millennium.

    Romantisme masa lalu memang selalu terasa nikmat namun tidak menjadi produktif jika dihadapkan pada kenyataan sekarang. Kita bisa saja teriak sambil koar kalo PSM klub besar tapi satu dekade terakhir hampir tidak ada yang bisa menunjukkan itu. Jadi wajar pertanyaan dan pernyataan seperti itu akan terus muncul. Saya takutnya kalo keadaan tidak berubah,kita akan bertingkah bagai fans Liverpool yang setiap tahunnya cuma bisa menjadi historian yang kerjaannya mendengungkan kejayaan masa lalu ketika kegagalan terus-menerus terjadi. Semoga saja tidak. Iya tidak, karena ada ghirah,ada semangat yang lain yang saya rasakan musim ini dan semoga saja angin “surga” benar-benar mengarah ke Makassar tahun ini. Ada Amin?

    Fenomena dari ujug-ujug PSM ini saya mencermati ada beberapa hal yang menarik. Ada salah dua “persoalan” yang hampir selalu membuat saya ngakak. Yang pertama soal PSM yang katanya musim ini menjadi anak emas federasi.  Kita pasti sering mendengar selentingan kalau juara liga Indonesia itu by setting. Katanya juaranya sudah ditentukan sebelum liga dimulai. Hehehe kalau soal ini mah  sepakbola kita sudah khatam dan sekarang angin selentingan itu mengarah ke PSM. Entah asumsi mblegedes ini datang dari mana tapi kalo ngeliat gejolak linimasa,asumsi ini lebih banyak dibicarakan ketika PSM menang melawan SFC dan PBFC yang katanya kontoversial. Sebentar…sebentar… mengukur dari dua pertandingan saja lalu menarik kesimpulan maha dahsyat seperti itu bukankah terlihat konyol?, sepakbola sekarang itu sudah di atas kertas, menafikan fakta-fakta dari statistik permainan malah terkesan naïf. Dan dari dua pertandingan itu PSM too superior,they deserved to win!. Namun anehnya di pertandingan lain yang PSM menangkan, mereka serta merta memuji sebagai tim yang paling enak ditonton. Kan mbingungi kenapa bisa selentingan itu menghampiri PSM,dengan melihat statistik saja asumsi itu sudah patah,mau pakai asumsi lain, nggggg Nurdin halid dan Andi Darussalam Tabussala juga sudah nggak ada di PSM #eh. Jadi apa, kenapa????, ya mereka mau nyinyir aja. Tidak ada yang lebih membahagiakan menyinyiri tim yang menangan, karena kodrat nya memang begitu. Tanya deh perasaan fans Juve dan Barca.   
             
    Yang kedua yang juga menarik perhatian saya dari fenomena ujug-ujug PSM ini ya dari suporternya. Katanya musim ini banyak yang tiba-tiba jadi hipster PSM a.k.a supporter karbitan. Jadi ceritanya nih sekarang terbelah ada yang katanya supoter sejati ada yang cuma karbitan. Pffffttt,mengukur sebagai supporter sejati itu saya bingung kalo bukan hasil dari mendaku atau ego ke-aku-an. Pun supporter karbitan juga bingung ngukurnya dari mana,karena kalo konteks Indonesia seperti yang dikatakan Anthony Sutton, kita tidak bisa memilih sebuah klub tapi klub lah yang telah memilih kita,tsahhh. Jadi wong-wong Makassar yang hipster ini mestinya dukung siapa? Bandung,malang,Sleman? Ya nda. Kalo soalan ini anomalinya ada di Tio Nugroho,sportcaster SCTV ini dari mana kemana jadi pendukung PSM. Wong Jogja tinggal di Jakarta tapi dukung PSM,iki piye???.

     Kita keselek mungkin dengan kata-kata Shankly nya Liverpool yang apalah apalah itu. Sepakbola ini nda usah dibikin ribet,ruwet,ngejelimet cukup dinikmati saja toh pada akhirnya PSM menjadi tim yang okupansi stadionnya tertinggi di Liga karena sumbangsih para hipster ini. Come on dude just enjoy the show.
      






     -




    Jumat, 20 Januari 2017

    Mencintai dan Membenci Habib dengan FPI nya

    By: Unknown On: Jumat, Januari 20, 2017
  • Share The Gag
  • Tulisan ini seketika saya buat untuk menanggapi tulisan saudara/teman saya Ophan Rahman yang menulis tentang habib Riziq dan FPI nya. Saya suka dengan statement balasannya di kolom komentar Facebook blio yang mengatakan artikel haruslah dibalas dengan artikel-emas. Memanglah seperti itu harusnya dan adanya.  Sudah sejak lama saya mencoba untuk menulis ini,menulis tentang bibib-sebutan sayang dan manja saya terhadap habib Riziq beserta FPI nya. Mungkin tulisan ini tidak datang untuk membalas atau meng-counter tulisan saudara Ophan tapi mungkin bisa saja berjalan beriringan dan menambahkan yang sudah ada.

    Kesintingan kita tentang politik ternyata belum reda setelah pilpres lalu ,kini muncul lagi dagelan yang lain dalam konteks dan skala yang lebih kecil-Pilkada DKI Jakarta.  Sialnya pertarungan yang digadang hanya ditingkat lokal namun gaungnya memaksa isu ini harus kita globalkan ketingkat nasional akhirnya kitapun semua menjadi larut. Yang menarik ketika suhu perpolitikan meninggi selalu saja ada habib dan FPI nya nyempil biarpun itu cuma di pojokan panggung.

    Tidak bisa dipungkiri di negri ini jualan yang mengatas namakan agama akan selalu laku dan diterima orang-orang, itulah kenapa Habib dan FPI nya bisa selalu mengisi slot pemberitaan. Apalagi di hari-hari ini di waktu sekarang ini Habib dengan telak mendapatkan panggungnya. Mulai dari 411 sampai 212.Gerakan yang hadir yang mau tak mau karena kontestasi politik ala pilkad DKI ketika bapak Ahok sang petahana “blunder” dari bicara budidaya ikan ke Al maidah 51 dalam kunker nya di pulau Seribu lalu. Agak mengherankan memang Habib dan FPI nya yang selama ini kita kenal menjalankan “politik” ala pentungan dengan ideologi barbarianism nya bisa mendapat tempat dan atensi yang sebegitu massive. Anomali bukan? Kenapa bisa orang yang sering kita caci,maki, dan hujat ini bisa dengan mudah mengumpulkan jutaan orang untuk berkumpul di satu tempat untuk berteriak “gantung Ahok” dengan dalih shalat Jumat akbar dan persatuan umat islam. Jawabannya mungkin,ini cuma mungkin loh ya, ada pendekatan yang sebenarnya telah berubah yang dilakukan oleh Habib Rizik belakangan ini meskipun itu tidak terlalu signifikan. Belakangan kita sudah jarang lagi mendengar FPI dengan pentungannnya merazia atau men-swiping tempat-tempat yang menurut mereka salah menurut syariah. Mungkin ada tapi tidak sesering dulu.

    FPI dan habib Riziq perlahan berubah dengan pendekatan diaolgis nya. Beberapa kali Habib Riziq terlibat pada dialog-dialog lintas agama, atau gagasannya tentang Pancasila yang diungkapkannya di depan jaya Suprana atau yang terakhir ketika FPI mengajukan Judicial review keppres tentang Miras. Suatu langkah yang prosudural yang dulu kalau kita menyebut tentang miras, FPI selalu sigap dengan pentungan dan bongkahan batunya. Ini belum termasuk aksi sosial mereka di beberapa tempat di lokasi-lokasi bencana. Mungkin sebagian orang menyadari itu dan mulai bersimpati terhadap FPI dan akhirnya dengan mudah mengumpulkan massa yang sebegitu banyak.

    Selain berubahnya pendekatan,ada trend yang nampak pada FPI sekarang adalah mendekatnya educated people ke organisasi ini. FPI yang kita kenal sebagai kumpulan para pengangguran dan preman berjubah mungkin untuk sekarang ini sudah tidak relevan lagi. Sedikit banyak mulai ada kaum-kaum terpelajar yang mendekat dan sering memberi statement positif tentang FPI. Biarpun masih terasa malu-malu. Kita lihat saja ketika aksi 212 berlangsung, kaum menengah terpelajar seakan terbagi dua ada yang pro dan ada yang kontra ketika dulu semuanya ada di sisi yang kontra. Kita pasti pernah mendengar atau melihat orang-orang yang ikut aksi damai 212 bukan hanya para fundamentalis dan para konservatif Islam namun diantara mereka banyak kaum-kaum terpelajar macam profesor,peneliti,dan dosen. Apakah para so called educated people ini tidak mengetahui bahwa yang menginisiasi gerakan ini adalah habib Riziq?, orang yang mungkin dia pernah kecam karena tingkah bar-bar nya. Apakah mereka tidak mengetahui bahwa gerakan Sholat Jumat bersama itu cuma kedok dari gerakan tersangkakan Ahok? Saya ragu kalau mereka ada yang menjawab tidak.

    Ini persis yang terjadi di Amerika ketika Trump tanpa diduga terpilih menjadi Presiden Amerika. Maaf jika saya melenceng sedikit bahas Amerika dan Trumpnya. Amerika yang kita kenal negara yang mengagungkan kebebasan/liberalisme dengan pemikiran terbuka masyarakatnya dengan mudah memilih Trump yang seperti kita ketahui isu kampanye nya yang anti pluralisme dan kebebasan. Isu sentimen agama dan ras selalu dibawa-bawa Trump.Tapi kenapa Trump akhirnya menang? Ternyata warga amerika tidak seterbuka itu pemikirannya.Di alam bawah sadar orang-orang Amerika ternyata dan ternyata juga masih berpikiran picik dan sempit. Dan Trump berhasil membukanya kepada kita, kepada dunia :). Itu juga yang terjadi dengan FPI dan berjuta orang yang hadir di Monas lalu, banyak orang-orang yang merasa kaum terbuka dengan pemikiran plural namun ternyata dengan mudah digerakkan melalui sentimen keagamaan. Terlalu naif memang jika saya menyamakan kita dan Amerika namun kejadian kemarin membuktikan mayoritas kita sebenarnya masih berpikiran konservatif namun malu-malu megakuinya. Dan kita bisa tau itu gara-gara Habib Riziq. Such a briliant gesture,Bib!

    Kalau mengenai Habib Riziq yang kebal hukum seperti yang dikatakan saudara Ophan di artikelnya menurut saya tidak terlalu benar karena Habib sudah dua kali di penjarakan oleh dua rezim yang berbeda. Pertama ketika 2003 lalu ketika Megawati berkuasa, Habib di vonis 7 bulan penjara karena kasus penghasutan dan pengerusakan dan kedua ketika tahun 2008 lalu di penjarakan oleh rezim SBY ketika habib mengeluarkan statemen 10 kelicikan pak Presiden. Justru jika kita melihat kondisi sekarang ketika Presidennya didukung oleh semesta,didukung oleh semua rakyatnya kenapa tidak berani memenjarakan Habib jika merasa ada yang diusik dan terusik. Jadi sebenarnya Habib tidak kebal hukum tapi pak Joko mau apa tidak.

    Kembali kekontestasi Pilkada atau politik secara umum kenapa habib & FPI nya selalu nimbrung, ya karena memang mereka jadi salah satu komoditas politik. Apalagi setelah peristiwa 212 kemarin,kita mulai tersadar bahwa Habib Riziq mampu menggerakkan massa yang begitu banyak. Jadi siapapun paslon (pasangan calon) bila kita kaitkan dengan Pilkada DKI Jakarta,mendekati FPI sama dengan memenangkan Pemilihan. Jadi kita bisa lihat dari gesture Pak Anies dan AHY yang shy-shy cat untuk mengakui mendekati FPI.Bagaimana dengan Ahok? Sama saja kok, Hanura partai pendukung Ahok pernah mencoba mendekati FPI agar mendukung Ahok namun ditolak,duarrrr. Jadi jika kita melihat sekarang ini yang paling kencang teriak membubarkan FPI dari kubu petahana, mungkin karena ada hubungannya dengan itu :).

    Sebelum menutup ini,kembali pertanyaannya apakah FPI harus dibubarkan?.Saya sepakat dengan pendapat, FPI tak perlu dibubarkan cukup jika mereka melakukan tindakan kriminal harus langsung ditindak dan dipenjarakan. Karena toh jikapun bubar,orang-orang di dalamnya tetap akan tumbuh dan membentuk organisasi yang lain yang bukan FPI namun tetap dengan ideologi yang sama.

    wassalam