Temukan Saya

Twitter : @daenggun Facebook: Darmawansyah Gunawan E-Mail : darmawangun@gmail.com

Rabu, 24 Desember 2014

Omong Kosong

By: Unknown On: Rabu, Desember 24, 2014
  • Share The Gag

  • Ada-ada saja memang cara televisi memperkenalkan arti “kesuksesan”. Kalau dipersempit ruangnya tengoklah dunia hiburan kita. Capek, bingung, dahi berkerut yang tak habis-habis. Bosan pasti untuk membahasnya namun sayang untuk dilewatkan.

    Viki Prasetyo karena hanya gaya bicara dan mantan tunangan pedangdut kesohor karena goyangan ala itik namun setiap menyanyi vokalnya kemana-mana itu bisa jadi “artis” karena televisi.

    Sony seorang tukang parkir yang cuma bisa mencari bapaknya dan bilang wakwaw ini disebut sebagai rising star dunia hiburan kita. Akal sehat kemana?

    Ashanti menjadi sangat dikenal cuma karena menikah dengan Anang. Bernyanyipun masih lebih baik teman saya ketika setiap penerimaan mahasiswa baru dia diberi panggung, sayangnya temanku ini tidak kawin dengan Anang.

    Ada orang yang dipanggil Ustad karena televisi.  Dengan nama yang menakutkan gabungan Guntur dan bumi beberapa kali disorot kamera bermanja ria dengan istrinya mantan penyanyi cilik itu. Eh usut punya usut orang itu tidak lebih dari sekedar penjual obat di emperan pasar dengan  trik murahannya.

    Banyak orang dungu yang diberi panggung namun  orang-orang yang jelas punya bakat tak dilirik sama sekali. Akal sehat?

    PS:
    Ada teman yang bilang kok tulisanmu kritikan semua.  Saya bilang saja sama teman yang bertanya, tulisan saya itu bukan kritik tapi itu nyinyir. Jadi jangan pernah bertanya pesan moralnya di mana??? Seperti presenter itu yang setiap kali bertanya kepada sutradara yang baru mengeluarkan film barunya. Nikmati saja namanya saja omong kosong





    Jumat, 19 Desember 2014

    #SaveOurPSM

    By: Unknown On: Jumat, Desember 19, 2014
  • Share The Gag
  • Sepp Blatter sempat was-was piala dunia 2014  bisa-bisa gagal terlakasana akibat gelombang demontrasi besar rakyat Brazil menolak diselenggarakannya Piala Dunia di negara mereka. Sedikit mengherankan memang, rakyat Brazil yang dikenal menuhankan sepak bola malah menolak gelaran sepak bola terbesar dirumahnya  sendiri. Mereka marah karena pemerintah menghabiskan miliaran dollar untuk membangun stadion baru namun banyak rakyatnya tak mampu berobat, tak mendapat beasiswa, sampai belum mendapatkan rumah. Pesan yang tersirat dari kejadian itu menjelaskan satu hal bahwa rakyat Brazil memang mendewakan Pele, Ronaldo, sampai Neymar namun mereka dan sepakbola tidak lebih penting dari pemenuhan hak-hak dasarnya sebagai manusia.

    Kemarin suporter PSM Makassar menggelar aksi damai yang bermula dari tagar #SaveOurPsm di twitter. Karebosi menjadi titik  mereka berkumpul dengan spanduk dan atribut yang intinya menginginkan PSM kembali bermain di Makassar setelah musim kompetisi lalu menjadi tim "musafir" dan harus bermain di Surabaya.Sekedar informasi PSM terusir dari Makassar karena stadion yang diajukan-Mattoanging tidak lulus verivikasi karena dianggap tak layak menggelar pertandingan sekelas Liga Super. memasuki musim baru      naga-naganya PSM harus kembali terpental dan kembali main di luar Makassar karena persoalan stadion yang belum mendapat solusi. ini membuat geram para Suporter dan menginginkan Walikota Makassar bergerak dan menemukan jalan keluarnya. ada juga yang berteriak agar gubernur Sulawesi-Selatan untuk turun tangan atasi permasalahan. sampai ada yang berkata jika tuntutan mereka tak digubris maka mereka akan menurunkan massa yang lebih banyak.

    Bicara sepak bola Indonesia memang tak ada habisnya seakan-akan sepak bola menguasai hajat hidup orang banyak. memang dulu saya sempat menulis "kenapa harus sepak bola" yang berisi bagaimana sepak bola harusnya terperhatikan namun lama-lama saya merasa kita keblinger. Harus dipahami dulu, klub-klub di Indonesia sekarang sudah menjadi klub pro bukan lagi amatir. apa yang membedakan? dulu sebelum liga indonesia digelar, kita punya dua liga-Galatama dan Perserikatan. Galatama disebut-sebut sebagai liga profesional karena klub yang bermain di dalamnya adalah klub yang berasal dari berbagai perusahaan yang artinya pembiayaan klub ditanggung sendiri oleh Perusahaan yang bersangkutan contohnya Semen Padang. Perserikatan disebut liga amatir karena klub dibentuk oleh pemda-pemda dan dibiayai  APBD contohnya klub perserikatan itu yang namanya  memakai Persatuan Sepak bola macam Persib, Persija, PSMS, dan tentu saja PSM.  Tahun 1994 dileburlah dua kompetisi ini menjadi Liga semi pro yang dikenal sebagai Liga Indonesia. kenapa semi pro karena itu tadi masih ada klub-klub amatir yang ikut berkompetisi di dalamnya. Masuk tahun 2008 angin sepakbola mengarah ke 100% profesional.  Mengubah Liga Indonesia menjadi Liga Super Indonesia dengan yang dulu memakai sistem dua wilayah kini cuma menjadi 1 wilayah mencontoh liga-liga yang ada di Eropa.


    Memasuki era Liga Super Indonesia cerita-cerita tentang penunggakan gaji dan adanya klub yang harus terusir dan berganti homebase dimulai. Banyak mungkin yang melihat ini sebagai masalah namun bagi saya ini adalah kemajuan. Kebanyakan klub yang menunggak gaji jelas adalah klub-klub yang belum bisa lepas dari ketergantungan APBD. Berpuluh tahun disusui uang rakyat tiba-tiba harus kena stop karena faktor regulasi (Permendagri). Banyaknya klub yang harus mencari kandang baru karna stadionnya tidak layak karena tak lolos verivikasi sebenarnya memberi sentilan pada klub-klub yang katanya sudah pro itu untuk mulai saatnya berpikir berinvestasi pada aset (Infrastruktur) bukan pinjam milik pemerintah.

    Makanya saya sedikit heran kenapa Walikota Makassar dan Gubernur sul-sel yang menjadi sasaran caci maki ketika PSM tak bisa bermain di Makassar. klub profesional harus menghidupi dirinya sendiri, era klub yang berafiliasi dengan pemerintah daerah mari kita tinggalkan. Kalaulah persoalan mereka pernah punya janji terhadap PSM ya harus sabar karena masalah kita saat ini bukan saja sepak bola. Pendidikan, kesehatan, perumahan yang layak, infrastruktur jalan, dan semua hal yang menyangkut hak dasar manusia harus menjadi prioritas nomor satu. saya tidak mau lagi ada cerita uang kita yang terhimpun di APBD dipakai oleh klub sepak bola tanpa pernah diaudit kejelasan pemakaiannya. Uang rakyat habis hanya untuk kepuasan gegap gempita tontonan sepak bola. jadi hubungannya dengan paragraph awal tentang keadaan Brazil sebelum piala dunia dengan para suporter PSM jelas bahwa memang kota ini kota sepak bola namun seperti yang saya utarakan sebelumnya sepak bola tidak lebih penting dari persoalan pemenuhan hak-hak dasar manusia untuk mendapatkan kesehatan, pendidikan, dan kesejahtraan.


    Ada baiknya energi teman-teman suporter PSM beralih kepada manajemen PSM sendiri. Memaksa mereka untuk mencoba berpikir bagaimana klub berinvestasi pada aset sehingga masalah stadion nantinya tidak lagi menjadi cerita yang terus berulang. kenapa manajemen tidak dipaksa untuk berhemat dan mengalihkan dana yang mereka punya untuk membangun stadion sendiri. Melihat denyut transfer klub-klub ISL memasuki musim baru ini sungguh membuat saya geleng-geleng kepala. klub bisa mengeluarkan uang puluhan milyar rupiah hanya untuk mengontrak pemain baru. Kenapa kontrak pemain ini tidak ditekan saja dan dialihkan untuk membangun stadion baru. Persija Jakarta hanya untuk mengontrak dua pemain asal Eropa harus mengeluarkan uang sampai 9 M. Nilai yang sangat fantastis. Padahal untuk membangun satu lapangan latihan yang sudah berstandar international mirip yang dimiliki Man United di Carrington cuma butuh kurang dari 9 M. 


    Kontrak bisa mencapai puluhan milyar per musim padahal untuk membangun stadion berstandar A dengan kapasitas 25.000 penonton cuma butuh 35 M diluar tanah. Bayangkan kalau klub-klub Indonesia berpikir ke arah sana mungkin kurang dari 10 tahun sudah memiliki stadion sendiri tanpa harus lagi mengemis & menyewa milik pemerintah. Budaya instan yang masih dipegang teguh oleh kebanyakan klub di Indonesia sepertinya menjadi hambatan. Setiap tahun jor-joran membeli pemain bagus dan mahal demi gelar juara yang belum tentu didapatkan. Kenapa tidak memulai membangun akademi menghasilkan pemain sendiri dan dipakai untuk mengarungi liga-yang pasti nilai kontraknya jauh lebih murah. uang yang dulunya disiapakan untuk mengontrak pemain mahal dialihkan untuk membangun stadion. Tidak usah mencontoh Eropa, Thailand lewat Buriram United dan Muangthong united bisa menjadi contoh yang pas,punya stadion sendiri. Buriram United memiliki stadion yang bernama I-mobile stadium. stadionnya hampir menyerupai stadion di Eropa tanpa lintasan atletik. stadionnya punya fasilitas mewah, lift, bahkan restoran yang memiliki kaca yang berhadapan dengan lapangan sehingga bisa makan sambil menonton pertandingan. dengan fasilitas yang mumpuni dan pengelolaan keuangan yang baik membuat sponsor-sponsor terkenal datang mengahampiri Buriram United mulai dari Chang sampai Yamaha dengan begini Buriram bisa membeli pemain-pemain berkualitas. Perlu di ketahui pemain-pemain Buriram mendominasi Timnas Thailand AFF cup yang sekarang  sedang berlangsung dengan rataan usia dibawah 23 tahun.
    I-Mobile stadium. Buriram United


    Jika PSM punya stadion sendiri tidak membuat pengeluaran klub makin membengkak justru klub bisa memanen uang dari sana. penjualan tiket musiman akan lebih mudah. menawarkan kursi di salah satu sudut stadion kepada para corporate atau kalangan berduit yang cinta bola dengan harga diatas rata-rata. menjual nama stadion ke perusahaan besar dengan nilai kontrak yang lama dan panjang. Membuat tour stadion dan Museum serta membuka gerai resmi merchandise dan pernak pernik klub di area stadion. 

    Membayangkan semua itu akan terkabul suatu saat nanti.AMIN

    EWAKO PSM 








    Senin, 15 Desember 2014

    Pecinta Alam dalam Perdebatan ra uwis uwis

    By: Unknown On: Senin, Desember 15, 2014
  • Share The Gag


  • Melihat DP (Display picture)BBM salah satu teman bahwa hari ini ada seminar yang membahas mahasiswa Pecinta Alam lewat kajian istilah dan menggugat eksistensi. Dengan tersenyum saya mulai meraba-raba kira-kira apa isi dari seminarnya. Karena penasaran, saya pun pergi dan menghadiri dengan terlebih dahulu meminta izin atasan.  Dalam perjalanan, saya terus berpikir mudah-mudahan ada perspektif baru yang bisa saya dapat dari berbagai seminar sejenis yang telah saya ikuti sebelum-sebelumnya. Sayangnya ketika saya tiba, pembahasan sudah akan berakhir karena dari dua sesi pemaparan, saya hadir ketika sudah di pertengahan sesi kedua. Berikut yang saya bisa bagi dari seminar tadi;

    Pembicara kedua mencoba melihat kata Pecinta Alam dari aspek Etimologis (asal usul kata). Karena kebetulan kata Alam akarnya dari bahasa Arab jadi pemateri yang kedua ini menggunakan pendekatan dengan kajian bahasa arab yang sesekali menyerempet ke Islam yang tidak mau diakuinya. Karena ketika saya mempermasalahkan tentang kenapa definisi pecinta alam menggunakan perspektif islam dia menyanggah bahwa ini bukan Islam tapi bahasa Arab. Seumur-umur konsep khalifah hanya ada di Islam sedang tadi beberapa kali pemateri menekankan kata khalifah ketika menjelaskan kata pecinta alam.

    Seperti yang sudah saya prediksi bahwa arahnya akan sama dengan seminar-seminar yang saya ikuti dulu bahwa pecinta alam berarti hubungan esensial antara manusia sebagai khalifah serta alam yang memberinya hidup. Ada hubungan timbal balik akan keduanya. Sebutlah semua orang-orang yang ada di lingkaran pecinta alam semua sepakat akan hal itu.  Saya membuat penekanan pada kata “sepakat” karena beberapa orang atau kita belum pernah bersepakat tentang ke-pencinta alaman secara definitif.

    Untuk terminologi pecinta alam saya cenderung sepakat dengan apa yang ditulis oleh Edi Miswar seorang Blogger dari Aceh, berikut kutipannya;

    Jika kita usut dari arti dan nilai kata "pecinta alam" itu sendiri maka kita akan mendapat makna sbb:
    pecinta artinya adalah orang yang melakukan pekerjaan mencintai sementara cinta itu sendiri berdasarkan pemikiran psikolog Erik Fromm, setidaknya harus menyertakan 3 buah entitas yaitu adanya:

    1. “Passion” atau greget sebagai manifestasi dari adanya ketertarikan secara fisik inderawi.
    2.“Intimate” atau adanya hubungan intim, aman, dan akrab yang membentuk hubungan saling percaya.
    3. “Commitment” atau adanya kesedian untuk rela berkorban secara sadar, atas hubungan interaksi yang terjadi.


    Seorang penikmat, penyelidik atau petualang, mungkin dengan mudah mempunyai rasa “passion” maupun “intimate” dengan alam disekelilingnya, namun belum tentu mempunyai “commitment” atau kesiapan dan kerelaan untuk berkorban, jika terjadi sesuatu pada alam yang digelutinya.
    Pembeda dari penikmat, penyelidik dan petualang dengan Pecinta-Alam, terletak dalam “commitment” yang telah ditanamkan sejak awal, dalam masa pembentukan kepribadian pecinta alam saat mengikuti pendidikan dasar, dan dibangun lebih kokoh dalam pengembaraan serta pergaulannya dengan alam itu sendiri.

    Dari kutipan diatas maka tadi ketika seminar berlangsung saya coba bertanya kepada forum dan panelis bahwa apa batasan orang-orang yang mengaku Pecinta Alam dengan Non-Pecinta Alam.  Kalau memakai entitas Cinta dari Erich Fromm, orang-orang di Walhi, GreenPeace ataupun Riyani Djangkaru lebih tepat disebut pecinta alam dibanding kita-kita ini yang mengaku pecinta alam. Karena dari ketiga indikatornya, semua terpenuhi bahwa mereka adalah orang-orang yang memiliki passion, orang-orang yang sudah intim dan akrab dengan alam, dan jelas mereka adalah orang-orang yang memiliki komitmen karena Walhi dan GreenPeace rela mati dalam memperjuangkan lingkungan. Pun Riyani Djangkaru setelah tidak lagi di Jejak Petualang kini menjadi aktifis penyelamatan Hiu di Indonesia. Sedang kita yang berada di lingkungan pecinta alam linglung dan mungkin cuma mentok pada passion dan Intimate namun kita gagal atau takut berkomitmen. Selayaknya ketika suka dengan perempuan kita cuma berani berpacaran namun ketika diajak berbicara pernikahan tidak semua kita berani berkata tegas bilang ‘Ya’ karena tak sanggup akan komitmen.Jadi dari bahasan seminar kali ini terlihat jelas cuma terpaku ke kata Alam namun tidak fokus ke kata Cinta-nya. forum gagal mengeksplorasi Cinta. Persoalan alam  sudah finish kita tak perlu belajar pada alam karena alam sudah memberi kita pelajaran.

    Belum lagi ada yang bertanya apa bedanya Pe dan Pen dalam kata Pecinta dan Pencinta alam. Hal ini pernah dibahasa dalam forum semacam seminar oleh UKM PA Edelweis FS UH (asal organisasi saya) yang membuktikan satu hal, kita tidak cukup baik dalam mendokumentasikan dan mensosialisasikan hasil forum yang kita buat. Itulah kenapa kadang saya skeptis dengan forum-forum yang dibuat dalam rangka menggugat eksistensi Pecinta Alam karena kadang ada bias antara apakah kita benar-benar ingin mencari akar persoalan atau cuma sekedar euphoria kita akan ruang ilmiah sebagai mahasiswa.  

    Hal menarik lainnya yang muncul dalam seminar tadi bahwa ada siratan seolah-olah kita sebagai Pecinta Alam sudah ter-standarisasi namun  anehnya ada pe-nanya mengeluarkan definisinya sendiri tentang apa itu pecinta alam. Dari itu saya sudah tekankan di awal bahwa kita ini belum pernah bersepakat secara definitif apa itu pecinta alam namun sudah ada hal-hal sumir bahwa yang benar itu ini, kalau yang itu salah,LOL. Bagaimana ceritanya?.

    Saya kira cukup dari banyaknya yang saya bisa ceritakan dari seminar tadi. Selalu menarik ketika ada diskusi seperti ini namun terasa ringkih. 60 tahun istilah itu ada tapi dentuman gugatannya baru saya rasakan 5 tahun belakang, tidakkah ini terasa absurd. Mudah-mudahan seminar –seminar semacam ini nantinya akan berganti angle dan perspektif yang lain karena sudah ada tiga seminar yang saya hadiri dan hanya berputar di lingkaran yang sama. Jika kita sepakat kata Pecinta Alam ada di area yang tak bisa kita sentuh ibarat Agama mari bermain di tataran syariat saja karena kita tidak mampu bertemu Tuhan dan mengajaknya bersila sambil menyeruput kopi sesekali.









    Kamis, 04 Desember 2014

    Masalah Kita Bukan Itu...

    By: Unknown On: Kamis, Desember 04, 2014
  • Share The Gag

  • Terlalu banyak hal yang dibuat seakan-akan itu adalah kebutuhan. Terlalu banyak hal yang seakan-akan itu menjadi masalah utama. Bermaksud menonton berita untuk mendapatkan informasi namun kenyataannya informasinya bukan untuk kita. Parahnya itu dilakukan hampir seluruh televisi yang menggelari diri sebagai Tv Nasional.

    Hampir berbulan-bulan kita disuguhkan berita permasalahan Ahok yang ditolak Front Pembela Islam menjadi Gubernur di jakarta dan berita itu terus digoreng sampai kini hingga mencapai titik kulminasi dengan konyolnya kita dipertontonkan bahwa sekarang Jakarta punya dua Gubernur. Entah ini berita untuk siapa karena orang-orang yang di luar Jakarta tidak punya kepentingan apa-apa dari permasalahan itu. Kalau televisi berlomba-lomba sebagai agen pencerdas bangsa mungkin harus dibalik dulu logikanya, yang mau mencerdaskan dulu yang harus waras. Setiap hari berita itu ada dan kita semua diajak berusaha mencari solusinya seakan-akan ketika masalah itu selesai saudara sebangsa kita di Papua menjadi sejahtera, nelayan-nelayan di pesisir selatan Jawa menjadi makmur, dan tidak ada lagi masalah lingkungan di Kalimantan yang sebentar lagi hutannya akan habis.

    Ribut masalah terpecahnya Golkar jadi dua. Tontonan perebutan kursi kekuasaan politik nan nikmat penuh intrik. Tapi apalah berita itu dibanding saudara kita diperbatasan yang akhirnya harus memilih berpindah menjadi warga Negara sebrang karena tak terperhatikan, apalah berita itu dibanding saudara Papua kita untuk sekolah saja tara mampu.  Apalah arti berita itu dibanding saudara kita di NTT yang dari lalu teriak kapan sumber air menjadi dekat.

    Ayo mari kembali waras masalah kita bukan Gubernur DKI yang bukan Islam, masalah kita bukan Golkar yang kembali dipimpin Ical, masalah kita bukan karena sekarang Syahrini ada KW-nya,ayo kembali menjadi waras masalah kita bukan Cita Citatah yang setiap hari mengerang sakitnya tuh di sini, masalah kita bukan Rafi Ahmad yang tidak lagi sendiri karena katanya telah menemukan takdirnya, masalah kita buaaanyak lebih dari sekedar itu.

    .   


    Jumat, 28 November 2014

    PSSI Kapan Waras????

    By: Unknown On: Jumat, November 28, 2014
  • Share The Gag

  • Usai sudah AFF tahun ini, usai tanpa pesta dan tangis haru bahagia, usai yang membuat kelu lidah untuk berbicara, usai yang sudah kita hafal alurnya. Lagi-lagi kita gagal beruntun, untuk semifinal saja kita tak mampu.  Sejak awal turnamen ini digelar 1996 lalu,  saya tidak pernah membayangkan sampai tahun ini sebiji gelarpun tak pernah bisa kita bawa pulang. Setiap kita gagal selalu ada nada optimisme bahwa kita akan rebut juara itu dua tahun lagi, ketika gagal lagi nada yang senada muncul lagi, dan kini kembali  gagal dan nada itu tetap ada tapi mulai terasa sumbang. Terlalu lama kita menunggu hanya untuk sekedar juara Asia Tenggara sedangkan masih banyak orang berteriak kita adalah Macan Asia. 

    Entahlah siapa yang menyebut itu pertama kali dan sampai ketelinga saya. Kita ini Macan Asia, juara Asia Tenggara saja kita tak pernah, kita ini Macan Asia, juara piala Asia saja kita tak pernah tak usah juara, lolos dari babak grup saja kita tak mampu, kita ini Macan Asia namun tak sekalipun lolos Piala Dunia, kita ini Macan Asia namun dari Negara kemarin sore pun kita kalah. Terus Macan Asianya di mana?? Ah sudahlah mungkin itu cuma mitos.

    Banyak yang terbuai sampai ke awan akan mitos itu dan lupa turun ke bumi menginjak kerasnya tanah bahwa kita tak punya apa-apa. Gempita GBK ketika timnas bermain cuma terasa di tribun-tribun dan ruang-ruang keluarga karena di atas lapangan kita ternyata masih tergagap. Mengikrarkan diri bahwa kita adalah Negara sepak bola kedengaran pongah karena kita nyatanya cuma Negri (penonton) sepak bola.   Juventus, Liverpool, Arsenal dan sejumput tim-tim lain berlomba datang hanya untuk sekedar mengambil uang kita sembari selalu berkata Negara ini punya potensi besar untuk maju namun di saat yang bersamaan letak Indonesia pun baru mereka tau ketika ia datang ke sini. Dan kita pun terkekeh bangga seakan itu benar namun ternyata cuma kata-kata basi pesanan sponsor.

    Sudahlah kita bernostalgia dengan mitos Macan Asia, sudahlah kita bernostalgia bahwa kita pernah menahan imbang Uni Soviet berpuluh tahun lalu, sudahlah kita dengan segala nina bobo tim-tim yang nyatanya cuma cari duit dari kita. Sudahi semua dan mari kita mulai lagi dari awal, mari menyeduh kopi sambil duduk bersila membicarakan kita dan apa yang mesti dilakukan. Lupakan semua sakit kegagalan yang ternyata tak mampu mendewasakan. Mengingat pepatah “mundur selangkah untuk maju 1000 langkah” taka apa jadi pegangan. Biarlah kita terpuruk sekarang supaya lusa nanti kita bisa jadi  pemenang Itupun dengan syarat kita tau kesalahan dan mau berubah.

    Kalau kita tak mau berubah tak tau apalagi yang mesti dilakukan. Tegakah kita akan terus melihat pemandangan yang melankolis seperti kemarin. Tahu tim kita tak akan lolos namun saudara sebangsa kita tetap datang ke stadion dengan atribut maksimal dengan bendera merah putih melingkar di dahi dan di lengan, berteriak sepanjang pertandingan bahwa Garuda ada di dada. Tegakah kita menghianati mereka, dengan uang pribadi rela datang hanya ingin melihat pahlawan mereka bermain yang tak lagi memliki harapan. ''Kejadian'' di tribun stadion Hang Day kemarin membuat saya terharu sangat haru. Benarlah kata Pangeran Siahaan bahwa penonton sepak bola kita adalah sekawanan manusia Irasional. Biarlah kami terus menjadi orang yang tak rasional dan waras karena kewarasan akan membunuh kami. Teruntuk bapak-bapak di PSSI kapan WARAS’E (waras)??????


    Rabu, 26 November 2014

    Jadi Siapa yang Salah?

    By: Unknown On: Rabu, November 26, 2014
  • Share The Gag

  • Pertandingan kemarin agak susah kita cerna dengan akal sehat, Philipina yang sepuluh tahun lalu cuma penggembira kini bisa mengalahkan kita, bukan 1 gol namun kita diberondong 4 gol tanpa kita mampu membalas. Yang menyakitkan dari kekalahan itu adalah permainan kita yang di bawah standar dengan hiasan Backpass yang salah berujung penalti, backpass yang ditangkap kiper seakan-akan peraturan itu belum diajarkan,dan satu kartu merah. Sampai sampai Pundit Fox Sport mengatakan bahwa permainan kita layaknya anak sekolah dengan lini belakang seperti kriminal, saya tidak tau maksudnya kenapa lini belakang kita dianggap penjahat.

    Banyak yang berteriak bahwa yang salah adalah Riedl. Dalam “hukum” sepak bola menjadi pelatih artinya harus menjadi pesakitan dan yang terhina dari sebuah kegagalan. Riedl terlihat sangat paham akan hal itu sehingga sesaat setelah pertandingan Riedl tanpa ba bi bu langsung berbicara “saya akan meninggalkan Indonesia, maaf saya tidak bisa membawa Indonesia Juara. Saya yang mengambil tanggung jawab tentang ini semua kalau ada yang anda salahkan, salahkanlah saya”. biarpun masih ada pertandingan terakhir tampaknya Riedl kadung pesimis tentang peluang timnya. Tentang apakah 100% dari kegagalan ini karena faktor Riedl semata? saya kira kurang adil jika kita menumpahkan semuanya kepada pria Austria itu.

    Saya masih selalu yakin kegagalan terus menerus timnas kita karena salah urus PSSI. Sepanjang tahun ini Riedl sudah berteriak bahwa porsi waktu untuk timnas sangat sedikit. Kompetisi panjang 11 bulan dimana berakhir 10 hari sebelum AFF Cup digelar, tidakkah ini konyol. apa cukup buat Riedl membangun ke-kimian antar pemain dengan waktu sesempit itu? Apakah pemain masih punya tenaga setelah terkuras habis di liga yang maha panjang itu?. Banyak yang bilang ini masalah klasik di negri ini tinggal pintar-pintarnya Riedl saja menyiasatinya tapi mbo ya jangan 10 hari juga lah. AFF Cup itu Piala Dunia nya kita, di situlah level kita yang sesungguhnya dimana di setiap penyelenggaraan kita selalu menjadi salah satu unggulan. Kalau kita terus-terusan keok di ajang ini, lalu di level mana lagi yang bisa membuat kita terus berharap. Liga-liga di Eropa dengan segala kemajuan sepak bolanya memberikan tenggat waktu 2 bulan dari berakhirnya kompetisi menuju gelaran turnamen yang akan diikuti timnasnya, apakah kita sudah lebih baik dari Eropa???

    Jika kita memperhatikan, sebenarnya Riedl belum mendapatkan formasi yang baku & pemain inti untuk skuadnya sampai dimulainya turnamen. Pemain baru lengkap ketika ujicoba terakhir melawan Suriah setelah yang terakhir bergabung pemain dari Persib dan Persipura,harus diingat pertandingan melawan Suriah seminggu sebelum AFF. Itu terlihat dari gamangnya Riedl menentukan formasi ketika begitu yakinnya dia dengan formasi 4-2-3-1 melawan Vietnam lalu dipertandingan kedua dia mengubahnya menjadi 4-4-2. Lini tengah yang amburadul karena belum sepahamnya para pemain entah taktik maupun strategi. Kemampuan Boaz gagal dieksploitasi karena kikuknya dia dengn Van Dijk. Masalah fisik sangat jelas terlihat, terkurasnya pemain di liga membuat langkah pemain sangat berat karena yang tersisa tinggal ampasnya. Harusnya itu semua sudah teratasi sebelum turnamen namun apa daya sempitnya waktu membuat Riedl akhirnya hanya mampu meraba selama pertandingan berlangsung.

    Yang patut dicermati di setiap sesi wawancara dengan wartawan, Riedl selalu mencoba untuk tidak frontal terhadap PSSI mengenai keluhannya itu bahkan malah cenderung membela PSSI. Sampai-sampai  entah keceplosan atau tidak dia menyebut La Nyalla (Waketum PSSI) dengan “Mr President”. Sikap yang ditunjukkan itu menjadi menarik karena Riedl terlihat sangat melindungi PSSI, dia mengesankan bahwa tak ada yang salah dengan PSSI namun dari beberapa kesempatan, secara tersirat dia merasa tak diberi ruang. Memang banyak menimbulkan pertanyaan kenapa Riedl bisa sangat feminim kepada Johar dkk yang membuat kita makin selalu curiga bahwa peristiwa jual beli pertandingan final AFF cup antara Indonesia & Malaysia empat tahun lalu memang benar adanya dimana salah satu aktornya adalah Riedl. Tapi sudahlah mudah-mudahan itu hanya gossip yang tak pernah ada.

    Kalau saya mau menyalahkan Riedl, saya akan salahkan kenapa dia masih percaya membawa beberapa pemainnya yang di AFF 2010 lalu ke tim ini sekarang, yang notabene di liga pun mereka sudah mulai usang. Membawa pemain usang ketika beberapa pemain di timnas U-23 Asian games lalu dan timnas U-19 pantas naik kelas ke level senior guna menggantikan Ridwan, Zulkifli, Robby, dan Firman yang terlihat jelas sudah kepayahan.

    Sabtu, 15 November 2014

    Edelweis Dalam Perspektif

    By: Unknown On: Sabtu, November 15, 2014
  • Share The Gag


  • Edelweis diatas merujuk UKM PA Edelweis, organisasi kepencinta alaman Sastra Unhas tempat saya menghabiskan banyak waktu ketika masih kuliah dulu. Tidak ada yang istimewa dari organisasi ini namun uniknya selama  di sana saya selalu merasakan dan  menangkap keresahan teman-teman untuk mencari dan menetapkan jenis “kelamin” dari organisasi ini. Jelaslah Memang, Edelweis awal dibangun dari kesamaan hobi anggotanya yang gandrung akan kegiatan di luar ruang (Outdoor) tapi makin kesini ketika dunia juga makin berkembang hal itu mungkin sudah dirasa kurang.  Seperti manusia yang jumlahnya milliaran, yang membedakan adalah sifat dan karakternya. Atas dasar pemikiran itu Edelweis sebagai bagian dari banyaknya organisasi serupa di Indonesia mencoba membuat,menggali,dan menemukan karakternya sendiri dan mencoba tidak berpikir “yang penting beda” (Mudah mudahan).

    Setiap kelompok ataupun komunitas tertentu kebanyakan terbagi dalam dua pandangan, yang pertama kelompok Fundamental   Konservatif dan yang kedua kelompok yang berpandangan progresif (Pembaharu).   Tidak ada yang lebih buruk atau lebih baik dari keduanya, namun pertama kali saya ada di organisasi ini kaum progresifnya mendominasi.  Pemikiran bahwa untuk apa terpisah jika toh apa yang dilakukan sama, melahirkan ide bahwa UKM PA (Unit Kegiatan Mahasiswa Pecinta Alam) harus punya identitas sendiri sesuai dengan dasar keilmuan masing-masing mengingat Organisasi sejenis ada ditingkatan Universitas dan bertebaran ditingkatan fakultas dan jurusan.

    Keberadaan Edelweis di fakultas Sastra (pernah sesaat menjadi fakultas Ilmu Budaya) menjadi berkah dan keuntungan tersendiri karena bagaimanapun kegiatan diluar ruang tidak akan jauh-jauh dari soalan sosial maupun budaya, ditambah lagi saya kutip dari Arman Dhani aktivis di sosial media mengatakan bahwa kekuatan utama mahasiswa Makassar adalah tradisi intelektualitas  dan kesusastraannya yang luar biasa. Klop, dengan Kedua keuntungan itu Edelweis secara gamblang mempromot dirinya menjadi organisasi kepetualangan dan penelitian dengan entah itu jargon, slogan, atau tagline yang sedikit pongah “Bertualang & Meneliti”. Terus terang yang membuat saya bertahan di organisasi ini gegara slogan itu, tidak bermaksud mengatakan jika Edelweis hanya fokus pada kepetualangan menjadi tidak menarik namun ada efek besar yang diberikan.

    Entah ada hubungannya atau tidak jargon itu membuat adanya ritme lain di organisasi ini. Adanya diskusi dan komunikasi yang intens berujung pada dialektika pemikiran menjadi ruang tumbuh kembang anggotanya.  Kampus yang mulai bergeser kearah pragmatis seakan menjadi antitesa jika saya berada di Edelweis. Kenikmatan itu terus berlanjut, budaya Buku,Pesta, dan Cinta begitu terasa murni. Pagi harinya bisa sangat serius  dengan tangan menggenggam Marx, Gie, ataupun legenda Indian Cherokee. Sore harinya tangan-tangan kekar berpesta menjamah replika batu dan tebing, namun dikeheningan malam bisa begitu romantis. Sambil bercanda ria bercerita pengalaman hari ini di depan meja bundar bekas gulungan kabel sembari mendengar Duta Sheila on 7 berkata Jadikanlah aku pacarmu mengalun merdu dari radio tepat diatas tangga, so romantic. “Bertualang & Meneliti” semakin mempertegas tujuan organisasi ini dibuat, tidak hanya fokus pada organisasinya namun pada peningkatan kapasitas setiap anggotanya. Karena bisa dibayangkan jika tujuan organisasi ini dibuat hanya sebatas seberapa banyak gunung yang akan kita daki, seberapa tinggi tebing yang akan kita raih dan seberapa dalam gua yang akan kita susuri, organisasi ini sudah selesai dari kemarin. Karena kesadaran tujuan dan slogan itulah mungkin, Edelweis masih bertahan  sampai sekarang dimana otot seiring berjalan dengan kompleksitas otak.  “Bertualang & Meneliti” membuat Edelweis dan anggotanya saling memberi warna tidak harus selalu merah kuning ataupun biru serta warna warna cerah lainnya yang menyilaukan mata namun kadang hitam selalu datang untuk memperingatkan.  

    Mungkin agak berlebihan memberikan gambaran namun saya yakin hal itu yang mestinya terus berlaku dan terus ada. Berawal dari kebiasaan, melangkah menjadi habit yang akhirnya melahirkan karakter. Saya tidak perlu menjelaskan dan menjabarkan apa itu “Bertualang & Meneliti” karena sudah sangat terang arahnya, Bertualang erat pada Organisasinya sedang meneliti melekat pada individu anggotanya sebagai Mahasiswa.

    Diakhir, organisasi ini sudah begitu nyaman menemukan kelaminnya, tidak lagi menjadi abu-abu, tidak lagi menggalau dan gundah. Kalaulah karena persoalan perubahan zaman membuat slogan itu sudah samar dan tidak ada lagi mudah mudahan bukan karena kita lupa dan abai namun karena kita menemukan jalan yang lain menuju “puncak”.  kalaulah generasi saya maupun generasi sekarang tidak mampu menyempurnakan biarlah karena kita sudah sempurna dalam ketidak sempurnaan.(asekkk..hehehu)

    Salam Leontopodium Alpinum.






    Minggu, 09 November 2014

    PERSIB : Mes Que Un Club (Lebih dari sekedar klub)

    By: Unknown On: Minggu, November 09, 2014
  • Share The Gag

  • Saya bukan orang Bandung pun juga bukan pecinta Persib apalagi Bobotoh (Pendukung dalam bahasa Sunda) Persib atau bergabung dengan Viking (fanbase Persib) namun saya juga ikut larut haru dan senang ketika Persib menjadi juara Indonesia jumat malam lalu 7/11/2014. Lewat pertandingan yang ketat plus drama adu penalti, Persib berhasil membasuh kerongkongan para Bobotoh dari kehausan selama 19 tahun menunggu gelar kedua mereka. 

    Persib adalah klub yang memenuhi semua syarat untuk juara. Finasial yang sehat, kualitas pemain luar biasa, manajemen yang modern, serta basis pendukung yang besar, kalau ada kekurangan Persib mungkin belum punya stadion sendiri.  kenapa saya mendukung Persib juara, bukan karena tidak senang dengan Persipura namun ada yang lebih besar dari itu, kemenangan Persib bagus buat perkembangan liga. Kalau klub-klub lain masih empot-empotan mencari sponsor, menunggak gaji pemain, serta sulitnya membuat infrastruktur manajemen yang professional Persib sudah lulus akan hal itu sejak 5 tahun yang lalu. Perlu diketahui mungkin Persib satu-satunya klub eks perserikatan yang berhasil bertransformasi menjadi klub professional sejauh ini ketika yang lainnya mengaku sudah menjadi klub pro namun membayar gaji pemain saja susah.

    Dibawah tangan H Umuh Muhtar selaku komisaris PT Persib Bandung Bermartabat (PT PBB) yang juga merangkap sebagai manajer, Persib mendapatkan kejayaannya kembali. H Umuh membawa Persib dari klub APBD menjadi non APBD sesuai dengan peraturan mengenai Liga super yang mewajibkan semua klub harus menjadi klub pro sejurus dengan peraturan mentri dalam negri (Permendagri) No 59/2007 yang mengharamkan menggunakan lagi dana APBD untuk menjalankan operasional klub.

    Kemenangan Persib yang diliput media secara simultan dan bahkan ada stasiun televisi yang membuat siaran langsung perayaan juara Persib membuktikan bahwa Persib bukan sekedar klub namun Persib sudah menjadi sebuah brand. Persib bisa menjadi acuan/role model untuk klub-klub yang lain bagaimana mengkapitalisasi fanatisme suporternya. Yang tampak jelas dari Bandung adalah kecintaan yang luar biasa terhadap Persib. Tanpa bermaksud menafikan fanatisme kota lain akan klubnya masing-masing namun bandung punya kekhasan yang lain punya karakter yang lain, sehingga kadang ada anekdot bahwa berbicara bandung itu Cuma 2P Perempuannya (Mojang bandung) dan Persib. 

    Berbicara fanatisme yang lain, Timnas Indonesia jarang menggunakan stadion-stadion di Bandung atau di Jawa barat  untuk menggelar ujicoba atau turnamen karena mudah ditebak animo penonton akan sangat kecil. Kalau memperhatikan tur nusantara jilid II Timnas U-19 lalu ketika stadion kota-kota lain penuh sesak namun ketika di Siliwangi penonton yang hadir hanya sepertiga stadion yang terisi, tanya kenapa?. Ingat kejadian Roy Suryo lupa lirik Indonesia raya ketika mencoba menenangkan bobotoh yang lagi “panas” karena satu stadion dengan the Jak (supporter Persija) di Maguwoharjo? Kalau masih ingat, pak Roy memandu supporter untuk menyanyikan Indonesia raya namun apa yang terjadi para Bobotoh malah menyanyikan Lagu Halo-Halo Bandung. Apakah para Bobotoh tidak nasionalis? Nasionalisme bobotoh untuk Indonesia jangan diragukan namun kalau mereka disuruh memilih pasti mereka memilih Persib. Anda tau Mocca, Kuburan, Pass Band? lihat trak lagu di salah satu albumnya pasti ada lagu tentang kecintaanya terhadap Persib dan mesti diingat album mereka diedarkan secara nasional.

    Coba tengok jersey Persib Musim ini!, Baju yang berwarna dasar biru itu seakan berubah fungsi menjadi Galeri iklan para sponsor. Tidak ada satupun klub yang mempunyai kemampuan menggaet sponsor sebanyak itu di Indonesia. Saking banyaknya sponsor resmi Persib, sampai jersey latihannya pun ada logo sponsornya.Luar biasa.

    Jadi menurut saya ada dua arti penting dari Juaranya Persib untuk sepak bola Indonesia. Yang pertama untuk meningkatkan pemasaran Liga Super Indonesia (ISL) dimana Persib sebagai tauladan (Role Model), yang kedua bagus buat perkembangan Industri Sepak Bola Indonesia ketika klub tidak melulu dipandang secara primitf dan tradisional lagi bahwa hanya representasi sebuah daerah namun lebih dari itu, klub bisa menjadi sebuah merek dagang atau istilah kerennya Brand awareness. kenapa penekanan saya dari tadi ada dipersoalon Brand dan industri agar supaya tidak ada lagi cerita seperti Diego mendieta yang meninggal tak terurus dirumah sakit karena gaji tertunggak atau pemain PSMS medan yang terlunta di trak joging senayan karena gaji yang tertahan. Selamat buat Persib, Persib nu aing biarpun saya orang Makassar. hehehe




    Kamis, 30 Oktober 2014

    Sepak Bola Lawak

    By: Unknown On: Kamis, Oktober 30, 2014
  • Share The Gag
  • Dalam seminggu sepak bola kita menampakkan boroknya yang semakin bernanah. belum kita shock dengan Sepak bola gajah yang terjadi di Sleman, dua hari yang lalu kembali kita disuguhkan pemandangan kurang mengenakkan lainnya,  pertandingan 8 besar antara Semen Padang vs Arema yang membuat saya semakin malu dan geram melihat kondisi sepak bola kita. Pertandingan yang mestinya berjalan menarik itu dirusak  & diporak porandakan oleh wasit Novari Ihsan. saya tidak tau apakah regulasi pertandingan di indonesia berbeda dengan negara lain sampai begitu culasnya Novari memimpin pertandingan. ada 3 kejadian yang menurut saya adalah lelucon. 

    Pertama bagaimana mungkin Kurnia Meiga masih ada di lapangan ketika takel kerasnya, eh bukan takel tapi tendangannya terhadap Osas Saha tidak dianggap pelanggaran. Berapa kali kita melihat kejadian seperti itu di Liga-liga Eropa  100% hal itu harus diganjar kartu merah. Mesti diketahui Kurnia Meiga adalah orang terakhir dipertahanan. Parahnya lagi sudah tidak mendapatkan kartu merah wasit malah hanya memberikan tendangan sudut buat Semen Padang yang artinya tidak ada pelanggaran di situ. What a Joke. Begini ini kalo wasit kita belajarnya di Srimulat bukan di sekolah wasit kerjanya cuma gitting terus #eh. Videonya bisa dilihat di  link ini https://vine.co/v/OMw7PmhFt5Q

    Yang kedua, tidak diberinya penalti untuk Semen Padang ketika Igbonefo"menggunting" Esteban Viscara di kotak penalti Arema. Saya tidak tau apa alasan wasit tidak menyebut itu sebuah pelanggaran sedang dia ada di dekat kejadian. Sangat jelas Viscara sudah nyaman menerima bola namun tiba-tiba Igbonefo datang dengan tendangan ala Iko Uwaisnya. link videonya https://vine.co/v/OMwLHEmXh9I

    Ketiga, lama waktu Injury Time yang diberikan wasit cuma dua menit, seperti kita tahu di Sepak Bola tidak ada istilah menghentikan waktu permainan entah itu bola keluar atau ada pemain yang mendapat perawatan/ ditandu keluar lapangan, makanya ada Injury time untuk mengganti waktu yang terbuang selama 90 menit permainan. pertandingan  yang berjalan keras dan sering terhenti karena pelanggaran dan adu mulut antar pemain namun kenapa wasit cuma memberikan waktu 2 menit sebagai tambahan. Saya sudah menonton puluhan pertandingan ISL musim ini memang wasit-wasit di ISL itu sepertinya, taunya  waktu Injury itu 2 menit saja tanpa peduli ada kejadian apa sebelumnya di lapangan yang banyak menyita waktu. 

    Melihat jalannya pertandingan dan apa yang terjadi saya cuma membayangkan bagaimana perasaan Johar Arifin (Ketua PSSI), Hinca Panjaitan (Ketua Komdis), dan Roberto Rouw (Komisi wasit) melihat pertandingan itu. Kalau sikapnya biasa-biasa saja tanpa ada rasa malu seperti yang sering mereka tampakkan selama ini, sepak bola kita memang tidak lebih dari sekedar sampah. Terlalu jauh jika indonesia berbicara piala dunia sangaaaat jauh. Apakah juga mereka tidak malu mengenai wasit kita yang untuk tunamen setingkat ASEAN saja tidak pernah terlibat memimpin pertandingan. Jadi bisalah kita ukur kualitas wasit kita yang hanya sekelas wasit tarkam. 

    Jangan salahkan suporter yang rusuh setelahnya. jangan salahkan pecinta bola tanah air berpendapat liar jika liga ini memang sudah ada yang set dari awal, bahwa yang berhak untuk melaju ke fase ini ke fase itu sudah ada yang mengatur. Mari kembalikan sepak bola kepada khitahnya yang hanya sebuah permainan dengan satu bola diperebutkan 22 pemain. Permainan yang bisa dinikmati oleh siapapun tanpa urat leher yang menegang karena dirusak oleh sekelompok orang yang sejatinya pura-pura dan sok tau akan permainan ini.

    Rabu, 29 Oktober 2014

    Langgam Susi dan Ariel "NOAH"

    By: Unknown On: Rabu, Oktober 29, 2014
  • Share The Gag

  • Susi nama yang sangat Indonesia ini memenuhi timeline di Twiter dan Facebook saya dalam dua hari ini. Mentri  yang diangkat Jokowi untuk memperbaiki perikanan & kelautan kita ini membuat heboh  wartawan ketika setelah pengumuman kabinet di Istana Merdeka tanpa tedeng aling-aling melepas sepatu berhaknya (hells) dan duduk di atas rumput sembari menyalakan sebatang rokok. Pemandangan yang tidak  biasa itupun sontak menjadi pusat perhatian para pewarta di Istana petang itu.

    Indonesia sebagai “Mekkah”nya pengguna sosial media di dunia, membuat hal semacam itu dengan cepat merambat ,  berkembang liar di jejaring sosial.  Dengan dua tema besar ada yang pro, yang asik-asik saja dengan sikap yang diperlihatkan oleh bu Susi dan ada yang kontra yang tidak suka/tidak setuju dengan kelakuannya.   Kalau saya disuruh bersikap atas ibu Susi agak susah harus berdiri di mana karena yang pro dan yang kontra punya kebenaran atas pendapatnya masing-masing.

    Indonesia ini kalau ibarat mobil sudah turun mesin jadi butuh effort lebih untuk membuatnya bagus dan normal kembali. Untuk membuatnya bagus harus dengan cara dan orang-orang yang tidak biasa. Kecendrungan ini mulai tampak setelah pak Jokowi hadir di ruang keseharian kita lewat tv & Koran, bagaimana dia memimpin Solo & Jakarta dengan cara yang tidak biasa dan di luar pakem pejabat yang kita tahu. Setelah itu muncul Ridwan Kamil, Azwar Anas, Risma,Ganjar dan yang paling kontroversial Ahok. Gara-gara kemunculan mereka ada paradigma yang berubah pada sebagian masyarakat bahwa nilailah pejabat itu dari ETIKA-nya bukan ETIKET-nya.

    Hal ini muncul karena kita sudah muak dengan pejabat yang Etiket-nya terlihat santun & sopan namun Etika-nya tak lebih dari sekedar binatang dengan korupsi,saling suap, dan menikahi anak di bawah umur. Jadi dalam konteks ibu Susi sendiri, sebagian masyarakat sudah  mahfum,maklum,dan permissif atas Etiket yang diperlihatkan Ibu Susi- merokok,punya tato dan hanya lulusan SMP. Namun masyarakat bisa sangat keras dan tegas jika mereka melakukan korupsi, pelecehan seksual atau apapun yang menyangkut Etika. Intinya jika saya berpendapat pro seperti yang Gus Ahmad Sahal (kader muda NU) bilang “tampil urakan tapi anti korupsi itu lebih amanah daripada sopan tapi maling”.

    Untuk sebagian masyarakat yang kontra akan kelakuan ibu susi juga mempunyai alasan yang menurut saya tepat dan masuk akal. Jika kita bermain pada ranah role model/tauladan, sebagai publik figur ibu Susi harus menjaga Etiket-nya. Karena sebagai pejabat yang terus-terusan disorot lampu kamera alangkah tidak eloknya jika ibu Susi merokok namun pada saat yang bersamaan anak-anak kita ikut melihat lewat televisi. Kita tidak bisa menjelaskan konsep Etika dan Etiket atau “don’t judge a book by its cover” kepada anak-anak kita  jika kita selalu menampilkan ibu susi sedang merokok yang tanpa disadari anak-anak telah menangkap dan mengolah di otak mereka bahwa jika menjadi pejabat boleh seperti itu.

    Mengingat kasus yang menimpa Ariel “NOAH” beberapa tahun yang lalu atas kasus video pornonya yang merebak di masyarakat. Bukan karena aksi Ariel yang mengangkangi Luna Maya dan Cut tari namun setelah keluarnya Ariel dari penjara masyarakat tanpa malu,sangat permissif, tanpa perasaan bersalah kembali mengelu-elukan sang maniak seks seakan-akan amnesia dan dengan mudahnya diterima ditengah-tengah masyarakat. Kalau bukan Ariel sih tidak apa-apa namun ini Ariel “NOAH” seorang artis besar, publik figur, album laku berjuta kopi dengan jumlah penggemar yang bejibun. Efeknya apa? Ada anak SMP memperkosa teman sekelasnya beramai-ramai karena terinspirasi Ariel, yang paling menyesakkan pemerkosaan itu disaksikan oleh murid perempuan juga di dalam kelas tersebut tanpa rasa ada yang salah.Waddepak. 

    Pernah mendengar Edison Chen pemeran dalam film Initial D buatan HongKong. Foto dan video pribadi bersama pacarnya beredar luas di masyarakat. Tau apa yang dia lakukan? Membuat konfrensi pers permintaan maaf kepada publik dan para penggemarnya dan yang paling Epik dia mundur dari dunia keartisan dan meninggalkan Hongkong dan menetap di Kanada sampai sekarang. Edison paham benar bahwa dia adalah artis, panutan dan sebagai role model untuk banyak orang makanya dia mengambil keputusan itu agar masyarakat melupakan dan  tak mengikuti perbuatannya. Perlu diingat Hongkong ini jauh liberalnya dari pada Indonesia yang katanya masih memegang budaya ketimuran. Benang merahnya adalah Ibu Susi harus tau diri dan paham bahwa dia adalah panutan,publik figur dan tauladan di masyarakat mulai dari anak-anak sampai kakek nenek agar senatiasa selalu  menjaga sikapnya.

    semua pendapat itu relatif namun intinya menjadi pejabat itu musibah dan amanah luar biasa,kita dituntut tiba-tiba harus seperti orang suci setingkat dengan nabi. jadi saya senyam senyum saja ketika ada mentri yang dilantik, keluarganya sibuk menggelar tenda dan mengadakan syukuran. untuk bu Susi agak susah memang ketika kita tidak menjadi diri sendiri namun ketika itu didapatkan namun malah membuat gejolak bolehlah itu dikomporomikan.keep rock n roll bu!!!




    Kamis, 23 Oktober 2014

    Kalau sudah cinta

    By: Unknown On: Kamis, Oktober 23, 2014
  • Share The Gag



  • Kalau sudah cinta dapat pacar kulitnya hitam dibilang eksotis

    Kalau sudah cinta dapat pacar tonggos dibilang giginya unik

    Kalau sudah cinta dapat pacar gendut dibilang enak buat dipeluk dari belakang

    Kalau sudah cinta dapat pacar pendek dibilang Justin Bieber juga pendek kok

    Kalau sudah cinta dapat pacar jelek dibilang yang ganteng sudah terlalu mainstream

    kalau sudah cinta Ya mau bagaimana lagi……....

    #PakBeye

    By: Unknown On: Kamis, Oktober 23, 2014
  • Share The Gag

  • Rambut yang semakin memutih tampak jelas dibalik peci yang dia kenakan hari itu. Dengan langkah pasti meski terlihat berat dia menuruni tangga istana yang sudah didiaminya 10 tahun ini. Diiringi tangis staff istana dan beberapa Paspampres wanita, dia menaiki mobil tanpa RI 1 lagi menghiasi bumper depan mobilnya. Bukan waktu yang lama namun tidak juga singkat pak Beye akhirnya selesai juga hari ini.akhirnya yah tong.

    10 tahun yang pasti melelahkan buat bapak SBY namun saya tidak harus lupa untuk berterima kasih. Dengan keikhlasan hati saya berterima kasih  atas apa yang telah dilakukannya selama ini. Tidak ada orang yang sesabar dia di Indonesia, bayangkan dia orang paling sering dibully setelah Habib Rizieq. Peragu,lamban, dan sedikit sedikit curhat menghiasi kepala berita tentang dirinya selama ini. Yup, tidak ada pemimpin yang tanpa cela, dibalik karakter yang menjadi bahan bully-an nya selama ini ada beberapa hal yang patut kita apresiasi. 

    Menciptakan stabilitas setelah masa transisi yang penuh huru hara menjadi pekerjaan tak mudah, but he did it.  Membuat pertumbuhan ekonomi yang stabil di angka 7% setiap tahunnya. Menjadikan ekonomi kita terkuat ke 16 di dunia yang menghantarkan Indonesia masuk G-20. Mewariskan cadangan devisa terbesar sepanjang republik ini berdiri. Menjadikan kembali Indonesia pemimpin ASEAN. Dibidang hukum di era SBY terkonsentrasi pada pemberantasan korupsi dengan penguatan KPK menjadi tujuan, hasilnya SDA, A. Mallarangeng, Anas, Akil sampai besannya sekalipun (Aulia Pohon) di penjarakan. serta beberapa pencapaian yang tampak tak berarti karena ditutupi persoalan politik negri ini.

    Ok ok saya tahu akhir-akhir ini pak Beye dihujani kritik berkenaan persoalan UU pilkada langsung serta beberapa persoalan politik lain yang menyerangnya,namun di sini ada pola yang jelas terlihat selama  kepemimpinan Pak Beye bahwa ekonomi jelas menjadi concern-nya. Dia "mengorbankan" politik demi kestabilan ekonomi di Indonesia jadi jangan heran ketika presiden kita ke luar negri dipuja puji karena pencapaian ekonomi kita yang maha dahsyat namun didalam negri dia dicerca karena sikap poltiknya. Tampaknya pak Beye paham benar bahwa untuk apa anda punya kebebasan berteriak, berkumpul, dan menyatakan pendapat jika pulang kerumah nanti cuma makan nasi akik maka keseimbangan itu perlu antara politik dan ekonomi.

    Pak Beye ini mewariskan stabilitas ekonomi yang membuat kerja Jokowi lebih mudah melangkah. Jika Jokowi bekerja dengan benar dan dengan usaha yang luar biasa maka kita tinggal menunggu waktu, Negara yang digadang adalah macan Asia ini oleh Prabowo menjadi Negara dengan ekonomi ke 5 terbesar di dunia.

    Eh sori nanti kelupaan saya cuman mau saran ke Pak beye, mumpung sudah punya cukup waktu setelah tak lagi menjadi presiden Tiduuuur pak tiduuuuuuuuuuuuur kantong matamu loh…………