Temukan Saya

Twitter : @daenggun Facebook: Darmawansyah Gunawan E-Mail : darmawangun@gmail.com

Senin, 15 Desember 2014

Tagged Under:

Pecinta Alam dalam Perdebatan ra uwis uwis

By: Unknown On: Senin, Desember 15, 2014
  • Share The Gag


  • Melihat DP (Display picture)BBM salah satu teman bahwa hari ini ada seminar yang membahas mahasiswa Pecinta Alam lewat kajian istilah dan menggugat eksistensi. Dengan tersenyum saya mulai meraba-raba kira-kira apa isi dari seminarnya. Karena penasaran, saya pun pergi dan menghadiri dengan terlebih dahulu meminta izin atasan.  Dalam perjalanan, saya terus berpikir mudah-mudahan ada perspektif baru yang bisa saya dapat dari berbagai seminar sejenis yang telah saya ikuti sebelum-sebelumnya. Sayangnya ketika saya tiba, pembahasan sudah akan berakhir karena dari dua sesi pemaparan, saya hadir ketika sudah di pertengahan sesi kedua. Berikut yang saya bisa bagi dari seminar tadi;

    Pembicara kedua mencoba melihat kata Pecinta Alam dari aspek Etimologis (asal usul kata). Karena kebetulan kata Alam akarnya dari bahasa Arab jadi pemateri yang kedua ini menggunakan pendekatan dengan kajian bahasa arab yang sesekali menyerempet ke Islam yang tidak mau diakuinya. Karena ketika saya mempermasalahkan tentang kenapa definisi pecinta alam menggunakan perspektif islam dia menyanggah bahwa ini bukan Islam tapi bahasa Arab. Seumur-umur konsep khalifah hanya ada di Islam sedang tadi beberapa kali pemateri menekankan kata khalifah ketika menjelaskan kata pecinta alam.

    Seperti yang sudah saya prediksi bahwa arahnya akan sama dengan seminar-seminar yang saya ikuti dulu bahwa pecinta alam berarti hubungan esensial antara manusia sebagai khalifah serta alam yang memberinya hidup. Ada hubungan timbal balik akan keduanya. Sebutlah semua orang-orang yang ada di lingkaran pecinta alam semua sepakat akan hal itu.  Saya membuat penekanan pada kata “sepakat” karena beberapa orang atau kita belum pernah bersepakat tentang ke-pencinta alaman secara definitif.

    Untuk terminologi pecinta alam saya cenderung sepakat dengan apa yang ditulis oleh Edi Miswar seorang Blogger dari Aceh, berikut kutipannya;

    Jika kita usut dari arti dan nilai kata "pecinta alam" itu sendiri maka kita akan mendapat makna sbb:
    pecinta artinya adalah orang yang melakukan pekerjaan mencintai sementara cinta itu sendiri berdasarkan pemikiran psikolog Erik Fromm, setidaknya harus menyertakan 3 buah entitas yaitu adanya:

    1. “Passion” atau greget sebagai manifestasi dari adanya ketertarikan secara fisik inderawi.
    2.“Intimate” atau adanya hubungan intim, aman, dan akrab yang membentuk hubungan saling percaya.
    3. “Commitment” atau adanya kesedian untuk rela berkorban secara sadar, atas hubungan interaksi yang terjadi.


    Seorang penikmat, penyelidik atau petualang, mungkin dengan mudah mempunyai rasa “passion” maupun “intimate” dengan alam disekelilingnya, namun belum tentu mempunyai “commitment” atau kesiapan dan kerelaan untuk berkorban, jika terjadi sesuatu pada alam yang digelutinya.
    Pembeda dari penikmat, penyelidik dan petualang dengan Pecinta-Alam, terletak dalam “commitment” yang telah ditanamkan sejak awal, dalam masa pembentukan kepribadian pecinta alam saat mengikuti pendidikan dasar, dan dibangun lebih kokoh dalam pengembaraan serta pergaulannya dengan alam itu sendiri.

    Dari kutipan diatas maka tadi ketika seminar berlangsung saya coba bertanya kepada forum dan panelis bahwa apa batasan orang-orang yang mengaku Pecinta Alam dengan Non-Pecinta Alam.  Kalau memakai entitas Cinta dari Erich Fromm, orang-orang di Walhi, GreenPeace ataupun Riyani Djangkaru lebih tepat disebut pecinta alam dibanding kita-kita ini yang mengaku pecinta alam. Karena dari ketiga indikatornya, semua terpenuhi bahwa mereka adalah orang-orang yang memiliki passion, orang-orang yang sudah intim dan akrab dengan alam, dan jelas mereka adalah orang-orang yang memiliki komitmen karena Walhi dan GreenPeace rela mati dalam memperjuangkan lingkungan. Pun Riyani Djangkaru setelah tidak lagi di Jejak Petualang kini menjadi aktifis penyelamatan Hiu di Indonesia. Sedang kita yang berada di lingkungan pecinta alam linglung dan mungkin cuma mentok pada passion dan Intimate namun kita gagal atau takut berkomitmen. Selayaknya ketika suka dengan perempuan kita cuma berani berpacaran namun ketika diajak berbicara pernikahan tidak semua kita berani berkata tegas bilang ‘Ya’ karena tak sanggup akan komitmen.Jadi dari bahasan seminar kali ini terlihat jelas cuma terpaku ke kata Alam namun tidak fokus ke kata Cinta-nya. forum gagal mengeksplorasi Cinta. Persoalan alam  sudah finish kita tak perlu belajar pada alam karena alam sudah memberi kita pelajaran.

    Belum lagi ada yang bertanya apa bedanya Pe dan Pen dalam kata Pecinta dan Pencinta alam. Hal ini pernah dibahasa dalam forum semacam seminar oleh UKM PA Edelweis FS UH (asal organisasi saya) yang membuktikan satu hal, kita tidak cukup baik dalam mendokumentasikan dan mensosialisasikan hasil forum yang kita buat. Itulah kenapa kadang saya skeptis dengan forum-forum yang dibuat dalam rangka menggugat eksistensi Pecinta Alam karena kadang ada bias antara apakah kita benar-benar ingin mencari akar persoalan atau cuma sekedar euphoria kita akan ruang ilmiah sebagai mahasiswa.  

    Hal menarik lainnya yang muncul dalam seminar tadi bahwa ada siratan seolah-olah kita sebagai Pecinta Alam sudah ter-standarisasi namun  anehnya ada pe-nanya mengeluarkan definisinya sendiri tentang apa itu pecinta alam. Dari itu saya sudah tekankan di awal bahwa kita ini belum pernah bersepakat secara definitif apa itu pecinta alam namun sudah ada hal-hal sumir bahwa yang benar itu ini, kalau yang itu salah,LOL. Bagaimana ceritanya?.

    Saya kira cukup dari banyaknya yang saya bisa ceritakan dari seminar tadi. Selalu menarik ketika ada diskusi seperti ini namun terasa ringkih. 60 tahun istilah itu ada tapi dentuman gugatannya baru saya rasakan 5 tahun belakang, tidakkah ini terasa absurd. Mudah-mudahan seminar –seminar semacam ini nantinya akan berganti angle dan perspektif yang lain karena sudah ada tiga seminar yang saya hadiri dan hanya berputar di lingkaran yang sama. Jika kita sepakat kata Pecinta Alam ada di area yang tak bisa kita sentuh ibarat Agama mari bermain di tataran syariat saja karena kita tidak mampu bertemu Tuhan dan mengajaknya bersila sambil menyeruput kopi sesekali.









    2 komentar:

    1. wah wah wah "kegelisahan" yg langung diekspresikan :)
      kesimpulannya : pencinta alam blm mampu mendefinisikan istilah "pencinta alam"
      sy (penanya kedua td) yg coba mendefinisikan namun menurut pemateri kedua pencinta alam tidak bsa didefinisikan krn kata "alam" itu sndri undefinied (tak terdefinisi)...oklah selama msi dlm korior yg sma untk berbuat kebaikan (tidak merusak) salam kenal saudara...

      BalasHapus