Temukan Saya

Twitter : @daenggun Facebook: Darmawansyah Gunawan E-Mail : darmawangun@gmail.com

Jumat, 03 Mei 2013

Tagged Under:

Fakultas Sastra Sebagai Institusi dan Epicentrum Pergerakan

By: Unknown On: Jumat, Mei 03, 2013
  • Share The Gag
  • Judulnya memang terkesan berat dan serius namun isinya saya jamin ringan karena semua atas dasar pengalaman saya hidup,tinggal, belajar,kecewa, menemukan cinta, menemukan hidup (aseekk) di Fakultas Sastra Unhas. saya pernah merasa salah memilih dan menyesali keberadaan saya di fak. Sastra bagaimana tidak saya tidak pernah terpikir ada di tempat itu dan entah kenapa di Form SPMB lalu saya menulis Sastra inggris di salah satu isian untuk jurusan yang akan dipilih, saya berpikir sekarang jangan-jangan ada dorongan gaib waktu itu...hehehehe.


    Secara sederhana pasti keinginan saya memilih Sastra khusunya Sastra Inggris adalah bagaimana meningkatkan kemampuan saya berbahasa Inggris. Cuma itu yang ada di kepala saya waktu itu, sangat sederhana sampai saya pun salah kaprah mengenai jurusan Sastra Inggris kenapa salah karena di kurikulumnya sendiri sebenarnya pihak jurusan ataupun Universitas sudah mencap kita bahwa kita sudah belajar bahasa Inggris 6 tahun di mulai dari SMP-SMA jadi masuk ke jurusan Sastra Inggris tidak berangkat dari nol dalam kemampuan berbahasa Inggrisnya,lah saya biarpun sudah belajar di SMP-SMA saya merasa bahasa Inggris saya masih NOL, namanya Sastra Inggris kita harus belajar sastra yang bahasa aslinya Inggris otomatis kita harus tahu bahasa inggris, lah saya?. Ini juga tips untuk teman-teman yang ingin masuk di jurusan Sastra inggris,jika ingin masuk ke jurusan sastra Inggris dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan berbahasa Inggris, saya sarankan lebih baik di tempat kursus saja yang banyak bertebaran tapi jika ingin belajar bahasa Inggris dan menambah khasanah keilmuan anda sebagai manusia entah itu sejarah, sosiologi,antropologi, dan keindahan sebuah ilmu lewat bahasa Inggris saya sarankan untuk anda masuk, ini juga berlaku bagi jurusan-jurusan lain di Fakultas Sastra.
    Secara institusi fakultas Sastra Unhas bervisi sebagai pusat kebudayaan yang Unggul berlandaskan budaya Maritim sesuai dengan visi Universitas. Bahasa sebagai salah satu unsur Budaya menjadi concern utama di dalamnya. Biarpun bahasa menjadi concern  namun dalam perkembangannya saya merasakan Sastra tidak tumbuh sebagaimana mestinya, mahasiswa sekarang termasuk saya dulu lebih menitik beratkan pada tekhnis bahasa saja namun tidak lagi menyentuh Sastra-nya jadi tidak heran bagaimana Fakultas Sastra tidak lagi memproduksi sastrawan ataupun  budayawan (biarpun tujuan utamanya bukan itu) namun orang-orang yang mahir berbahasa, yang seperti saya katakan tadi jangan sampai fakultas sastra menjadi seperti lembaga kursus, yang saya yakini sampai sekarang Sastra lebih dari sekedar itu. Sastra Unhas punya sumber daya yang mumpuni untuk menjadi pabrik para cendekia, Profesor yang memiliki sifat kenabian, dan pusat kebudayaan namun dengan sendirinya tergerus oleh sistem yang terbangun sekarang.

    Sastra adalah muara dari segala keindahan, Sastra adalah ruang tanpa batas, tanpa sekat, ruang di mana imajinasi di gaungkan. ketika ruang berekspresi, ruang berbicara, sampai ruang Imaginer itu ditutup maka sama halnya mematikan Sastra itu sendiri. Tidak heran Sastra menjadi salah satu epicentrum pergerakan Mahasiswa karena ruang-ruang yang sejatinya tempat belajar mereka di batasi, di sekat, sampai di bungkam. Ketika mahasiswa meneriakkan ketidak adilan disitulah sastra, ketika mahasiswa meneriakkan kemunafikan penguasa disitulah sastra, ketika mahasiswa bernyanyi dan menari melawan tirani disitulah sastra. Bagaimana sejarah mencatat pergerakan mahasiswa pada saat transisi orde lama-orde baru semua berpusat di Sastra dengan Soe hok gie yang menjadi aktornya. Pun sekarang saya merasa sejak saya kuliah sampai saya luluspun epicentrum pergerakan mahasiswa Unhas yang Murni ada di Sastra. Sekali lagi bukan karena Mahasiswa sastra sok kritis, sok membela kepentingan rakyat namun lebih dari itu adalah ruang mereka, panggung mereka, tempat belajar mereka berusaha di batasi bahkan ditutup sama sekali. Dengan sedikit cinta dan keras kepala, kabarkan Sastra pada mereka yang tak jelas berkata. Selamat datang di rumah kebudayaan. (jangan Anarkis yah...). ini pendapat saya ini tulisan saya kalau teman tidak puas atau rada-rada tidak nyambung mohon di komen dan di maklumi..hahahay               
     

    1 komentar: