Temukan Saya

Twitter : @daenggun Facebook: Darmawansyah Gunawan E-Mail : darmawangun@gmail.com

Kamis, 14 September 2017

Bobotoh dan Sanksi Save Rohingya

By: Unknown On: Kamis, September 14, 2017
  • Share The Gag
  • Di laga Persib Bandung vs Semen Padang Minggu lalu,selain hasil imbang antar kedua tim yang jadi tajuk berita,Koreo Bobotoh di Tribun timur Jalak Harupat yang apik bertuliskan 'Save Rohingya' juga mengambil headline. Pesan Kemanusiaan yang coba dibawa Bobotoh ternyata membawa masalah, pihak PSSI per hari ini mengeluarkan denda kepada Persib karena 'ulah' Bobotoh yang di klaim federasi sebagai pesan politik. Tentu saja linimasa tiba-tiba bergolak karena ini, Bobotoh pun dengan sigap membuat gerakan #koinuntukPSSI untuk membayar denda sebesar 50 juta yang sudah dijatuhkan.

    Kenapa bisa pesan Kemanusiaan oleh PSSI dianggap pelanggaran dan wajib kena tilang? Saya mencoba menelaah jalan berpikir FIFA, federasi sepakbola dunia lewat PSSI, kenapa pesan 'Save Rohingya' itu masuk dalam kategori pesan politik. Ya kita sama-sama tahulah FIFA alergi dengan namanya urusan politik, makanya kenapa kita di banned tahun lalu karena PSSI dipandang diintervensi secara politik oleh pemerintah. Kembali ke soal Rohingya ini,saya cuma bisa menduga, FIFA melalui PSSI menganggap soal Rohingya ini masuk dalam kategori konflik, jadi karena masuk dalam kategori konflik secara logika  ada dua kubu yang bertikai, posisinya setara dan berimbang yang artinya ada korban di dua belah pihak. Ini sejurus dengan keadaan yang ada di Myanmar sekarang,di pihak pemerintah Myanmar atau beberapa analis mengatakan konflik ini ada karena adanya gerakan separatis yang eksis dan untuk mencegah itu  pemerintah Myanmar melakukan operasi militer untuk melawan separatisme,kalau melihat situasi ini tidak ada yang salah dari situ sedangkan ada yang menganggap bahwa ini adalah aksi genosida,ada upaya pembersihan etnis di sana. Di kita, berita-berita yang sampai adalah saudara muslim kita di bantai di sana yang hasilnya menciptakan simpati di sini. Wajar karena Indonesia mayoritas Muslim jadi gaungnya jadi kencang di sini. Persoalan nya korban yang jatuh bukan  saja dari Rohingya yang kebetulan Muslim ada juga korban dari etnik yang lain,etnik asli Myanmar dan kebetulan Budha yang dibunuh oleh  militan yang dicap teroris oleh pemerintah Myanmar.

    Dari penjelasan njlimet saya di atas jadi jelas FIFA bisa saja memang menganggap soal Rohingya adalah kategori konflik yang posisinya sama dengan konflik Israel-Palestina yang sudah jauh-jauh hari FIFA melarang ada pesan-pesan soal itu di dalam lapangan. Di mana letak pesan politik nya? Ya karena ada dua pihak yang bertikai kenapa Bobotoh cuma teriak 'Save Rohingya' sedangkan korban dari etnis lain juga ada, nah di sini Bobotoh dengan pesannya dianggap memihak salah satu kubu, dianggap tidak netral.

    Jadi apakah PSSI dianggap abai soal kemanusiaan,ya tentu tidak. PSSI cuma menegakkan aturan main FIFA, politik tidak boleh masuk dalam ranah sepakbola. Ada yang bilang kok pas ada serangan teroris di Paris  yang menghasilkan tagar #PrayforParis,malah di Eropa sana melakukan 'moment of silence' sebelum pertandingan. Ya karena posisi kedua peristiwa itu memang beda, #SaveParis masuk dalam kategori bencana/musibah, kedudukan nya sama dengan Tsunami Aceh atau Badai Irma di Amerika sedang soal Rohingya ini tidak masuk ke situ ya sekali lagi Rohingya masuk dalam kategori konflik.

    Bisa dibayangkan kalau FIFA tidak punya aturan soal itu justru akan menimbulkan masalah baru. Makanya FIFA melihat sesuatu melalui perspektif umum bukan persepsi subyektif. FIFA cuma mau berusaha netral untuk hal yang masih belum jelas kelaminnya. Ya bayangkan kalo FIFA mendukung save Palestine,bisa mencak-mencak negara yang pro ke Israel begitupun sebaliknya. Jadi jelas tendensi FIFA di sini bukan abai soal kemanusiaan. Semua individu di sepakbola bisa punya concern politik nya masing-masing tapi haram hukumnya ditampilkan di atas lapangan.

    Sabtu, 02 September 2017

    Melankolia Timnas

    By: Unknown On: Sabtu, September 02, 2017
  • Share The Gag
  • Bagi saya tidak ada olahraga sesyahdu sepakbola di Planet ini, olahraga yang memuat daya magis luar biasa ini beberapa kali membuat saya patah hati. Seperti header dari blog saya ini, sepertinya sepak bola sudah menjadi agama bagi saya tapi mungkin belum kaffah karena belakangan ini saya lebih suka menonton bola lokal dibanding bola impor. Sebenarnya sudah berlangsung lama kesukaan saya terhadap bola lokal,entah kenapa pertandingan-pertandingan dari luar tidak lagi menjadi pilihan buat saya,kurang greget saking sempurnanya. Yup kadang hidup butuh drama dan saya mendapatkannya dari sepakbola kita sendiri.

    Negri (penonton) sepakbola ini entah dapat sihir dari mana sampai kita bisa begitu gandrung dengan permainan ini. Dunia bagai berhenti bergerak ketika Timnas kita bermain,seakan tiada yg lebih penting timbang menonton Timnas. Bangsa ini tau bahwa kesebelasan nya adalah tim gurem bin semenjana di pusaran galaksi sepakbola  namun kita tidak pernah habis optimis bahwa suatu saat kita akan berjaya. Mencintai sepakbola Indonesia adalah menjadi sebaik-baiknya seorang masokis. Tau bahwa itu sakit tapi dengan sukarela kita bertahan. Sudah tak terhitung berapa kali harapan terhempas,optimisme yang membumbung dengan sangat mudah tersungkur jatuh,hati remuk redam melihat sosok-sosok yang kita cintai dan banggakan menangis histeris karena tak kuasa menolak kegagalan.

    Mendukung Timnas sama dengan terlatih tuk patah hati. Saking terlatih nya kegagalan kita barusan yang hanya mendapat perunggu di SEA Games,rasa perih nya terasa hambar,cinta membuat kita mati rasa. Esok kita bangun lagi membuka lembaran yang lain dengan cinta yang baru, siap-siap untuk patah hati lagi untuk kesekian kali.

    Timnas adalah semurni murninya cinta,yang tak mengharap kembali, sebuah tanpa pamrih yang suci. Bisa saja sebagian kita merasakan cinta dan patah hati untuk pertama kali justru bukan karena tautan hati antar anak manusia tapi karena menjadi pendukung Tim Nasional Indonesia. Punya banyak contoh kawan yang sampai terisak ketika kita gagal berkali-kali. Punya kawan dengan perawakan kuat dan (sok) tegar akhirnya tak kuasa berubah menjadi kemayu ketika kita kandas di Rajamangala, AFF 2016 lalu. Yang lain mungkin menertawakan, terlihat aneh dan berlebih namun bagi saya itu adalah pengejawantahan cinta dengan rasa ikhlas. Bukan tangisan cengeng namun sebuah unjuk rasa cinta yang setulus-tulusnya.

    Berdiri di sekat-sekat tribun sembari bersenandung Indonesia raya adalah pengalaman magis buat saya. Entah daya pikat apa yang ditaruh WR Supratman di dalam musik dan liriknya bisa begitu padu dengan permainan yang paling indah di muka bumi ini. Nasionalisme menjadi dalam tanpa perlu dihiasi jargon-jargon Nasionalisme kosong yang politis itu.

    Menang kami sambut,kalahpun kami jemput karena kami adalah Suporter terbaik di dunia.