Temukan Saya

Twitter : @daenggun Facebook: Darmawansyah Gunawan E-Mail : darmawangun@gmail.com

Sabtu, 15 November 2014

Tagged Under:

Edelweis Dalam Perspektif

By: Unknown On: Sabtu, November 15, 2014
  • Share The Gag


  • Edelweis diatas merujuk UKM PA Edelweis, organisasi kepencinta alaman Sastra Unhas tempat saya menghabiskan banyak waktu ketika masih kuliah dulu. Tidak ada yang istimewa dari organisasi ini namun uniknya selama  di sana saya selalu merasakan dan  menangkap keresahan teman-teman untuk mencari dan menetapkan jenis “kelamin” dari organisasi ini. Jelaslah Memang, Edelweis awal dibangun dari kesamaan hobi anggotanya yang gandrung akan kegiatan di luar ruang (Outdoor) tapi makin kesini ketika dunia juga makin berkembang hal itu mungkin sudah dirasa kurang.  Seperti manusia yang jumlahnya milliaran, yang membedakan adalah sifat dan karakternya. Atas dasar pemikiran itu Edelweis sebagai bagian dari banyaknya organisasi serupa di Indonesia mencoba membuat,menggali,dan menemukan karakternya sendiri dan mencoba tidak berpikir “yang penting beda” (Mudah mudahan).

    Setiap kelompok ataupun komunitas tertentu kebanyakan terbagi dalam dua pandangan, yang pertama kelompok Fundamental   Konservatif dan yang kedua kelompok yang berpandangan progresif (Pembaharu).   Tidak ada yang lebih buruk atau lebih baik dari keduanya, namun pertama kali saya ada di organisasi ini kaum progresifnya mendominasi.  Pemikiran bahwa untuk apa terpisah jika toh apa yang dilakukan sama, melahirkan ide bahwa UKM PA (Unit Kegiatan Mahasiswa Pecinta Alam) harus punya identitas sendiri sesuai dengan dasar keilmuan masing-masing mengingat Organisasi sejenis ada ditingkatan Universitas dan bertebaran ditingkatan fakultas dan jurusan.

    Keberadaan Edelweis di fakultas Sastra (pernah sesaat menjadi fakultas Ilmu Budaya) menjadi berkah dan keuntungan tersendiri karena bagaimanapun kegiatan diluar ruang tidak akan jauh-jauh dari soalan sosial maupun budaya, ditambah lagi saya kutip dari Arman Dhani aktivis di sosial media mengatakan bahwa kekuatan utama mahasiswa Makassar adalah tradisi intelektualitas  dan kesusastraannya yang luar biasa. Klop, dengan Kedua keuntungan itu Edelweis secara gamblang mempromot dirinya menjadi organisasi kepetualangan dan penelitian dengan entah itu jargon, slogan, atau tagline yang sedikit pongah “Bertualang & Meneliti”. Terus terang yang membuat saya bertahan di organisasi ini gegara slogan itu, tidak bermaksud mengatakan jika Edelweis hanya fokus pada kepetualangan menjadi tidak menarik namun ada efek besar yang diberikan.

    Entah ada hubungannya atau tidak jargon itu membuat adanya ritme lain di organisasi ini. Adanya diskusi dan komunikasi yang intens berujung pada dialektika pemikiran menjadi ruang tumbuh kembang anggotanya.  Kampus yang mulai bergeser kearah pragmatis seakan menjadi antitesa jika saya berada di Edelweis. Kenikmatan itu terus berlanjut, budaya Buku,Pesta, dan Cinta begitu terasa murni. Pagi harinya bisa sangat serius  dengan tangan menggenggam Marx, Gie, ataupun legenda Indian Cherokee. Sore harinya tangan-tangan kekar berpesta menjamah replika batu dan tebing, namun dikeheningan malam bisa begitu romantis. Sambil bercanda ria bercerita pengalaman hari ini di depan meja bundar bekas gulungan kabel sembari mendengar Duta Sheila on 7 berkata Jadikanlah aku pacarmu mengalun merdu dari radio tepat diatas tangga, so romantic. “Bertualang & Meneliti” semakin mempertegas tujuan organisasi ini dibuat, tidak hanya fokus pada organisasinya namun pada peningkatan kapasitas setiap anggotanya. Karena bisa dibayangkan jika tujuan organisasi ini dibuat hanya sebatas seberapa banyak gunung yang akan kita daki, seberapa tinggi tebing yang akan kita raih dan seberapa dalam gua yang akan kita susuri, organisasi ini sudah selesai dari kemarin. Karena kesadaran tujuan dan slogan itulah mungkin, Edelweis masih bertahan  sampai sekarang dimana otot seiring berjalan dengan kompleksitas otak.  “Bertualang & Meneliti” membuat Edelweis dan anggotanya saling memberi warna tidak harus selalu merah kuning ataupun biru serta warna warna cerah lainnya yang menyilaukan mata namun kadang hitam selalu datang untuk memperingatkan.  

    Mungkin agak berlebihan memberikan gambaran namun saya yakin hal itu yang mestinya terus berlaku dan terus ada. Berawal dari kebiasaan, melangkah menjadi habit yang akhirnya melahirkan karakter. Saya tidak perlu menjelaskan dan menjabarkan apa itu “Bertualang & Meneliti” karena sudah sangat terang arahnya, Bertualang erat pada Organisasinya sedang meneliti melekat pada individu anggotanya sebagai Mahasiswa.

    Diakhir, organisasi ini sudah begitu nyaman menemukan kelaminnya, tidak lagi menjadi abu-abu, tidak lagi menggalau dan gundah. Kalaulah karena persoalan perubahan zaman membuat slogan itu sudah samar dan tidak ada lagi mudah mudahan bukan karena kita lupa dan abai namun karena kita menemukan jalan yang lain menuju “puncak”.  kalaulah generasi saya maupun generasi sekarang tidak mampu menyempurnakan biarlah karena kita sudah sempurna dalam ketidak sempurnaan.(asekkk..hehehu)

    Salam Leontopodium Alpinum.






    2 komentar:

    1. ...Masih punya anggota...
      Jadi,masih punya mimpi dan cita citata,eh cita-cita,Mas.:D

      BalasHapus