Temukan Saya

Twitter : @daenggun Facebook: Darmawansyah Gunawan E-Mail : darmawangun@gmail.com

Sabtu, 11 Januari 2014

PSM ku PSM ta Semua

By: Unknown On: Sabtu, Januari 11, 2014
  • Share The Gag
  • Lucu juga membaca twit dan ritwit-an para follower di akun @Maczman_ori setelah PSM Makassar kalah dari persipura 3-0 di ajang Inter Island Cup (satu-satunya turnamen Pra-Musim di dunia yang di ikuti seluruh peserta kompetisi..aneh bin ajaib). saya juga mau ikut komentar, karena di twitter cuma bisa nampung 140 karakter mending saya tulis di sini saja supaya bisa dengan jelas tersampaikan baik panjang maupun lebar. 

    Berbicara sepak bola nasional tidak lengkap kiranya tanpa membahas PSM sama seperti berbicara sepak bola Inggris tanpa membicarakan Liverpool. secara Geo-Sepakbola, Indonesia pernah jelas terbagi sumatera itu PSMS Medan, Jawa itu Persib dan Persebaya, dan Sulawesi adalah PSM tanpa menafikan daerah lain itulah yang pernah terjadi, sentra-sentra pemain berbakat untuk Timnas hanya berkisar dari ke empat klub itu saja. ini ada hubungannya dengan twit para folower akun @maczman_ori yang masih saja selalu bilang "masa' klub sebesar PSM bisa seperti itu","masa' klub dengan nama dan sejarah panjang kalah mulu",argumentasi sejarah dan nama besar tidak salah namun sudah tidak sesuai konteks karena kita terlalu lama larut akan hal itu, biarpun punya nama besar dan sejarah panjang namun tidak di kelola dengan baik akhirnya akan tiba pada sejarah hanyalah tinggal sejarah, sejarah bisa berubah. 

    Notingham Forest berjaya  di dekade akhir 80-an, Blackburn Rovers pernah jaya di awal 90-an di Inggris ketika Manchester United masih jadi tim gurem tapi liat sekarang kedua klub itu ada di mana dan MU sekarng bagaimana. Kita hanya selalu mengandalkan romantisme tapi tidak pernah melihat pada kondisi real-nya. secara umum masalah PSM adalah masalah sepak bola Indonesia (masalah yang hampir dialami semua klub di Indonesia). 

    kalau kita mau jujur tidak ada klub profesional di Indonesia atau malah yang lebih gamblng apakah memang betul Indonesia punya klub sepak bola. menurut AFC hanya ada dua liga Pro di Asia Jepang dan Korea selain itu masih semi pro. Banyak sekali hal yang harus di paksakan berbicara pro tapi kelakuan amatir. klub-klub di Indonesia setiap musim selesai tidak memiliki pemain karena sistem kontrak yang hanya setahun setelah itu mencari pemain baru lagi dan mengontraknya setahun lagi begitu saja sampai kiamat. Bagaimana bisa mengukur standar permainan dan prestasi kalau setiap musim berganti, pemain yang masuk baru lagi. Kita punya contoh yang bagus di Indonesia yaitu Persipura. Persipura bisa konsisten dalam 5 tahun kebelakang menguasai sepak bola Indonesia karena salah satunya punya tim yang suistainable (berkelanjutan).

    Masalah pemain dan klub makin kesini makin absurd, Timnas itu ada karena klub namun di Indonesia malah sebaliknya Timnas yang menyediakan pemain untuk klub (absurd,anomali,kabur,nda jelas). Timnas U-19 dengan prestasi luar biasa berisikan pemain-pemain dengan talenta mumpuni hampir 90 % lahir dari diklat dan sekolah-sekolah olahraga namun setelah berprestasi Klub-klub di indonesia tanpa malu berebut untuk dijadikan pemain yang sejatinya  klub-klub itulah yang harus menciptakan/menyuplai mereka bukan negara. Disinilah tergambar klub hanyalah fana dan fatamorgana karena menentang logika (kalau di biologi ekosistemnya rusak). masih mau gembar-gembor tentang profesional sedangkan hakikat terlupakan ibarat Perempuan, cantik hanya ketika dia bedakan,artificial,tanpa inner beauty, gemerlap di luar namun rapuh didalam. so stop teriak ini itu,,profesional, klub legenda atau apapun itu  kalau esensi sepak bola (pembinaan) tidak kita lakukan karena pondasi dasar sebuah klub adalah itu. jadi melihat PSM seperti sekarang ataupun sepak bola Indonesia secara general saya akan selalu mahfum dan tak akan muluk-muluk karena jatuh-jatuhnya kita cuma akan saling teriak pada hasil yang sejatinya tidak mempunyai proses (Pseudo/semu).


    Serba Tidak Proporsional

    By: Unknown On: Sabtu, Januari 11, 2014
  • Share The Gag
  • Yap Thian Him seorang Cina yang namanya dijadikan nama awarding untuk para pejuang HAM di Indonesia menyatakan bahwa mayoritas dan minoritas bukan pada kuantitasnya tapi pada keberpihakannya. Ini merujuk ketika zaman kolonial yang lalu orang-orang Inlander (pribumi) menjadi masyarakat kelas 3 setelah para orang putih (barat/kolonial), dan para pedagang Cina dan India. Padahal dari sisi jumlah Inlander-lah yang paling banyak. Kalau kita tarik pada konteks kekinian jika berbicara Mayoritas dan Minoritas di Indonesia kita akan dibawa pada dikotomi  Muslim & Non-Muslim. Hal yang berbau agama katanya sensitif untuk dibahas di negara ini (padahal negara ini dibangun berlandaskan itu) namun agak mengherankan ketika kita berbicara Islam semua orang biarpun yang bukan Islam tiba-tiba ikut berbicara seakan-akan tau dan harus terlibat. Bagaimana persoalan Ahmadiyah menjadi komoditas para sekulerian untuk menerjemahkan Islam di Indonesia sebagai agama yg tak toleran. Kasus Gereja HKBP dan GKI Yasmin yang sejatinya hanyalah persoalan administratif di goreng dan diolah menjadikan  Non-Muslim dan Muslim harus berhadap-hadapan dan arahnya pasti kita tau bersama akan kemana. Yang paling Jamak tentu saja adalah FPI yang dicitrakan organisasi radikal berjubah agama padahal kalau teman-teman atau siapa pun bisa lebih bisa berimbang tanpa termakan opini pemberitaan niscaya pendapat anda tentang organisasi ini berubah. 

    Saya menulis dan mengangkat topik agama kembali karena saya tergelitik dengan berita bahwa sekitar seminggu yang lalu di Bali ada siswa ditolak oleh sebuah sekolah karena mengenakan Jilbab, iya tergelitik karena negara dengan mayoritas Muslim ada kejadian seperti ini menjadikan beritanya tidak menjadi biasa. Setelah tergelitik saya merasakan miris mengapa tidak, berita ini terdengar sayup dan tidak ada orang berteriak intoleranlah,tidak menghargai perbedaanlah dan anti pluralismelah atau apalah, kenapa ini terjadi? (ada orang yang nyeletuk, mungkin beritanya tidak penting karena bukan Islam yang jadi subjeknya), saya membayangkannya kalau kejadiannya adalah sebaliknya.....ah sudahlah.

    Masalah poligami kembali mencuat setelah Presiden PKS dengan terang-terangan mengakui dirinya poligami,ributlah seantero negri dengan menyerang ajaran agama sang ketua partai. Pemberitaan kian tidak proporsional karena setiap membahas hal ini selalu saja mengundang MUI atau pakar-pakar Islam padahal persoalan Poligami sudah diatur  dalam hukum positif di Indonesia, yang berarti tidak ada yang harus di persoalkan tentang itu. Adalagi yang berteriak Poligami itu ada hubungannya dengan masalah moral si pelakunya, loh kenapa waktu kasus Ariel dan dayang-dayangnya itu tidak ada yang berteriak moral, kenapa hanya FPI dan FUI yang berteriak dan yang lainnya malah  diam. Saya bukannya mendukung poligami, mbo ya proporsional lah sedikit dalam bersikap dan meberitakan. Poligami hanyalah pilihan sama seperti anda mau jajan di PSK/lokalisasi mana itu pilihan anda. Fakta lagi adalah persoalan Poligami ada bukan saja karena di bawa oleh sebuah ajaran agama namun sudah ada sejak dunia ini ada. Hayam Whuruk raja Majapahit punya puluhan selir, dewa Zeus dalam mitologi Yunani punya ratusan selir. Sudah punya ratusan selir dan satu Istri (Dewi Hera) masih selingkuh juga. Uniknya tetap di agungkan sampai sekarang sebagai dewa tertinggi dalam mitologi Yunani. Jangan heran kalau di barat jijik dengan Poligami tapi selingkuh jalan terus..Ops hehehhe.. (bercanda).

    Begitulah yang saya rasa terjadi di negri ini, pernyataan Yap Thian Him ada benarnya bahwa mayoritas dan Minoritas itu persolan keberpihakan. Bukannya saya anti pluralisme dan kebhinekaan namun saya hanya menuntut porsi yang sama dalam bersikap dan memberitakan yang bermuara pada Proporsionalitas. Sebagai penutup saya hanya mau bilang yang hiruk pikuk sekarang adalah Muslim bukan Islam karena keduanya berbeda. "kita lebih sering diam maka teriakan itu semakin nyaring, ketika kita harusnya berteriak malah kita memilih diam".