Temukan Saya

Twitter : @daenggun Facebook: Darmawansyah Gunawan E-Mail : darmawangun@gmail.com

Sabtu, 11 Januari 2014

Tagged Under:

Serba Tidak Proporsional

By: Unknown On: Sabtu, Januari 11, 2014
  • Share The Gag
  • Yap Thian Him seorang Cina yang namanya dijadikan nama awarding untuk para pejuang HAM di Indonesia menyatakan bahwa mayoritas dan minoritas bukan pada kuantitasnya tapi pada keberpihakannya. Ini merujuk ketika zaman kolonial yang lalu orang-orang Inlander (pribumi) menjadi masyarakat kelas 3 setelah para orang putih (barat/kolonial), dan para pedagang Cina dan India. Padahal dari sisi jumlah Inlander-lah yang paling banyak. Kalau kita tarik pada konteks kekinian jika berbicara Mayoritas dan Minoritas di Indonesia kita akan dibawa pada dikotomi  Muslim & Non-Muslim. Hal yang berbau agama katanya sensitif untuk dibahas di negara ini (padahal negara ini dibangun berlandaskan itu) namun agak mengherankan ketika kita berbicara Islam semua orang biarpun yang bukan Islam tiba-tiba ikut berbicara seakan-akan tau dan harus terlibat. Bagaimana persoalan Ahmadiyah menjadi komoditas para sekulerian untuk menerjemahkan Islam di Indonesia sebagai agama yg tak toleran. Kasus Gereja HKBP dan GKI Yasmin yang sejatinya hanyalah persoalan administratif di goreng dan diolah menjadikan  Non-Muslim dan Muslim harus berhadap-hadapan dan arahnya pasti kita tau bersama akan kemana. Yang paling Jamak tentu saja adalah FPI yang dicitrakan organisasi radikal berjubah agama padahal kalau teman-teman atau siapa pun bisa lebih bisa berimbang tanpa termakan opini pemberitaan niscaya pendapat anda tentang organisasi ini berubah. 

    Saya menulis dan mengangkat topik agama kembali karena saya tergelitik dengan berita bahwa sekitar seminggu yang lalu di Bali ada siswa ditolak oleh sebuah sekolah karena mengenakan Jilbab, iya tergelitik karena negara dengan mayoritas Muslim ada kejadian seperti ini menjadikan beritanya tidak menjadi biasa. Setelah tergelitik saya merasakan miris mengapa tidak, berita ini terdengar sayup dan tidak ada orang berteriak intoleranlah,tidak menghargai perbedaanlah dan anti pluralismelah atau apalah, kenapa ini terjadi? (ada orang yang nyeletuk, mungkin beritanya tidak penting karena bukan Islam yang jadi subjeknya), saya membayangkannya kalau kejadiannya adalah sebaliknya.....ah sudahlah.

    Masalah poligami kembali mencuat setelah Presiden PKS dengan terang-terangan mengakui dirinya poligami,ributlah seantero negri dengan menyerang ajaran agama sang ketua partai. Pemberitaan kian tidak proporsional karena setiap membahas hal ini selalu saja mengundang MUI atau pakar-pakar Islam padahal persoalan Poligami sudah diatur  dalam hukum positif di Indonesia, yang berarti tidak ada yang harus di persoalkan tentang itu. Adalagi yang berteriak Poligami itu ada hubungannya dengan masalah moral si pelakunya, loh kenapa waktu kasus Ariel dan dayang-dayangnya itu tidak ada yang berteriak moral, kenapa hanya FPI dan FUI yang berteriak dan yang lainnya malah  diam. Saya bukannya mendukung poligami, mbo ya proporsional lah sedikit dalam bersikap dan meberitakan. Poligami hanyalah pilihan sama seperti anda mau jajan di PSK/lokalisasi mana itu pilihan anda. Fakta lagi adalah persoalan Poligami ada bukan saja karena di bawa oleh sebuah ajaran agama namun sudah ada sejak dunia ini ada. Hayam Whuruk raja Majapahit punya puluhan selir, dewa Zeus dalam mitologi Yunani punya ratusan selir. Sudah punya ratusan selir dan satu Istri (Dewi Hera) masih selingkuh juga. Uniknya tetap di agungkan sampai sekarang sebagai dewa tertinggi dalam mitologi Yunani. Jangan heran kalau di barat jijik dengan Poligami tapi selingkuh jalan terus..Ops hehehhe.. (bercanda).

    Begitulah yang saya rasa terjadi di negri ini, pernyataan Yap Thian Him ada benarnya bahwa mayoritas dan Minoritas itu persolan keberpihakan. Bukannya saya anti pluralisme dan kebhinekaan namun saya hanya menuntut porsi yang sama dalam bersikap dan memberitakan yang bermuara pada Proporsionalitas. Sebagai penutup saya hanya mau bilang yang hiruk pikuk sekarang adalah Muslim bukan Islam karena keduanya berbeda. "kita lebih sering diam maka teriakan itu semakin nyaring, ketika kita harusnya berteriak malah kita memilih diam".

    0 komentar:

    Posting Komentar